Youjitsu 1st Year Volume 2

[SS] Sakura Airi - Tempatku Sendiri

- 5 min read - 915 words -
Enable Dark Mode!

SAKURA AIRI SS - TEMPATKU SENDIRI.

(Sudut pandang Sakura Airi)

Chabashira-sensei, guru wali Kelas D, menyimpulkan adanya pertemuan kelas dan mengumumkannya di akhir pelajaran.

Melirik ke sekitar murid-murid yang sedang membicarakan bagaimana menghabiskan waktu sepulang sekolah, aku diam-diam keluar dari kelas. Entah itu setelah sekolah atau selama akhir pekan, pekerjaanku selalu dimulai jam 4.

Aku Meraih pasanganku dengan sebelah tanganku – kamera digitalku, aku siap untuk mulai memotret dan setelah itu, mengunggahnya ke berandaku. Ini adalah tugas harianku.

“Bagaimana aku harus mengambil foto hari ini?”

Aku harus menghindari pengulangan komposisi sementara aku memperbarui selfieku ke beranda setiap harinya, tapi aku tidak dapat meninggalkan sekolah, jadi sangat sulit. Meski begitu, lingkungan SMA Tokyo Metropolitan sangat melimpah.

Di dalam ada pusat perbelanjaan dan bioskop, di gimnasium juga ada kolam renang, dan banyak fasilitas yang memadai, sehingga memilih tempat yang berbeda tidak terlalu sulit.

… ini seharusnya terjadi, tapi aku bisa terlihat ditempat itu. Karena untuk menghindari situasi tersebut, aku terus mengambil gambar berulang kali di tempat yang sama selagi sepi tanpa ada orang di sekitar. Di balik tembok pengajaran, di dalam gimnasium, atau pusat perbelanjaan setelah jam kerja.

Tapi aku tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada masalah asalkan tidak ada orang. Di tempat dimana tidak ada orang, akan ada suasana sepi yang cukup unik. Dengan memotret di pusat perbelanjaan yang sepi, mau bagaimana lagi jika akan memberi kesan sepi dan membosankan. Karena jarang sekali aku mengupload foto, aku sangat menginginkan foto-foto itu bisa membuat orang merasa bahagia setelah melihatnya. Atau yang bisa menyembuhkan jiwa mereka. Sekalipun kedengarannya luar biasa, itulah pikiranku.

“Tidak … Aku mungkin perlu berusaha lebih keras.”

Meskipun saat ini pertama kalinya tiba di pinggiran sekolah, pemandangannya sedikit kurang. Meski terlihat bagus kalau tidak ada seseorang, itu lebih membosankan dari yang aku pikirkan, terlihat kurang memikat. Setelah itu, aku menemukan sebuah bangunan kecil seperti rumah susun. Karena aku punya cukup banyak waktu, aku memutuskan berkeliling gedung dengan mengikuti tembok sambil memeriksa tempat itu. terlihat Kecil dan nyaman, dibangun sangat indah dan nyaman dipandang.

Ada sebuah peringatan yang tertahan di pintu masuk yang bertuliskan ‘Tidak boleh digunakan’ aku mencoba mengintip melalui jendela kecil. Di dalam, ada meja-meja yang digunakan dalam rapat, kursi lipat dan rak, tapi aku tidak tahu penggunaannya. Akankah mereka menggunakan tempat ini untuk melakukan diskusi? Aku merasa seolah-olah aku melakukan hal yang buruk dengan mengintip tanpa izin, jadi hatiku tidak bisa menahan diri untuk tidak berdegup lebih cepat. Dalam hati aku berbisik ‘aku sangat menyesal’ dan aku meninggalkan gedung itu.

Meskipun bentang alamnya cukup kurang, namun seiring dengan berjalannya waktu, evaluasiku juga berubah. Apalagi karena atmosfir misterius yang dibawa saat matahari terbenam, tempat yang sama juga bisa terasa seperti tempat yang berbeda.

Hm… mungkin sulit melakukannya di sini. Mengambil foto diri sendiri di dekat sebuah rumah berkumpul di bawah cahaya matahari terbenam. Hanya dengan memikirkannya rasanya menyeramkan. Aku tidak punya pilihan lain selain menyerah mengambil gambar, jadi dalam perjalanan ke asrama aku mencoba melakukan pencarian lain.

Ketika aku kembali ke kamarku, sudah hampir jam 6 sore. Aku telah mengambil beberapa gambar, tapi tidak ada yang memuaskan. Begitu aku kembali ke kamar, aku melepas seragam sekolahku dan aku mengeluarkan pakaian dari lemari pakaian. Sebagai upaya terakhir ketika aku tidak bisa mengambil foto yang memuaskan.

“Mungkin baru-baru ini dadaku semakin besar …”

Melihat diriku hanya memakai celana dalam yang terpantul di balik cermin, aku tidak bisa menahan perasaan tertekan dan mendesah. Bagi seseorang sepertiku yang tidak suka menarik perhatian, aku sangat membenci dada yang cukup besar ini. Tidak peduli apa aku selalu sadar tentang tatapan yang anak laki-laki arahkan padaku. Hari ini juga seorang pria menatapku dengan tatapan aneh.

“Ah …”

Aku tidak bisa, aku tidak bisa. Jika aku memikirkan hal-hal ini akan mempengaruhi gambar. Aku katakan pada diriku sendiri ‘senyum, senyum’ , dan aku membuat senyuman.

“Ya. Tidak apa-apa seperti ini. ”

Setelah aku merasa sedikit percaya diri, aku mengenakan pakaian sendiri sekali lagi. Lalu aku menggunakan mode delay untuk memotret saat aku membuat beberapa pose. Tidak peduli kapan, aku selalu memiliki ekspresi yang hidup dan ceria, hanya keseriusan mataku yang tidak akan hilang.

Meskipun tidak mungkin aku memotret diriku di masa lalu …

Waktu itu aku bahkan tidak bisa melihat senyuman sendiri, apalagi memotret orang lain. Tapi sekarang, rasanya sangat mengasyikkan saat tenggelam dalam hal seperti ini. Aku merasa sangat senang saat memotret. Setelah mengalami hal ini, aku menyadari banyak minat orang berbeda.

Setelah berjuang selama sekitar 30 menit dan setelah mengambil foto terakhir, aku langsung menyalakan komputer untuk mengkonfirmasinya. Sekalipun aku tidak piawai melakukan tugas ini, aku tetap berusaha keras untuk belajar melakukannya. Tapi itu hanya untuk tingkat perubahan dan duplikasi dan menambahkan beberapa hiasan. Meski begitu, kesan juga akan berubah mendadak dengan melakukan itu.

“Ini bagus.”

Aku memutuskan setelah melihat foto terbaik dan aku langsung mengunggahnya. Selama itu membuat satu penggemar senang, aku akan puas. Bahkan jika ada 100 kritik, satu pujian sudah cukup untuk menutupi semuanya.

Apa yang harus aku tuliskan …? Meski mengunggah foto dapat dilakukan dengan sangat cepat, memperbarui isi homepage sangat menyita waktu.

Aku tidak punya teman dan aku tidak punya orang untuk mengadakan percakapan. Karena takut kontak mata dengan orang lain saat berbicara dengan mereka, aku selalu menundukkan kepalaku. Karena itulah aku tidak bisa menulis sesuatu yang menarik. Tapi aku tidak bisa hanya menulis esai yang suram, atau hal-hal yang salah. Sangat sulit. Itu sebabnya aku … akan menulis prospekku sendiri.

[Aku harap besok akan menjadi hari yang bahagia dan damai untuk semua orang. Mungkin setiap orang bisa menghabiskan hari dengan senyuman.] Aku menulis keinginan ini.