Youjitsu 2st Year Volume 1

Chapter 5: Kelas D dengan Kelas D

- 62 min read - 13145 words -
Enable Dark Mode!

Chapter 5 : Kelas D dengan Kelas D

Kamis mendekati akhir pekan. Setelah pulang sekolah, aku pergi ke perpustakaan bersama Horikita.

Hari ini kami akan berdiskusi disana dengan siswa Kelas D tahun pertama yang diwakili oleh Nanase.

Dalam perjalanan, Horikita membahas tentang pasangan di ujian khusus ini.

“Apa kamu sudah melihat pembaruan OAA hari ini?”

“Ada 17 pasangan yang sudah terbentuk, totalnya sekarang ada 73 pasangan.”

Jumlah pasangan tidak begitu mengkhawatirkan, hanya saja.. kali ini ada satu perbedaan dari pembaruan OAA sebelumnya.

Dua siswa Kelas 1D telah memutuskan pasangan.

Kelas 1D yang belum bertindak selama tiga hari, telah menunjukkan tanda-tanda untuk memulai pergerakan mereka.

“Aku sedikit tidak sabar. Kupikir Housen-kun akan melihat situasi sedikit lebih lama. Saat istirahat makan siang, aku membicarakan hal itu dengan beberapa siswa Kelas D tahun pertama, tapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang siswa yang sudah berpasangan.”

“Ini masalah yang rumit, apakah mereka benar-benar tidak mengetahuinya atau mereka disuruh untuk tutup mulut.”

Kecuali jika mereka mendapatkan banyak poin pribadi untuk siswa yang cerdas, mereka mungkin sudah diberitahu untuk tidak membuat pasangan, atau tidak membicarakannya.

“Bagaimanapun, ini merupakan kabar baik bahwa kamu memutuskan untuk bertemu dengan Nanase-san. Mungkin kita bisa membicarakan hal itu dengannya.”

Horikita hanya satu kali melakukan kontak dengan Nanase, dan mereka belum pernah berbicara secara langsung.

Namun saat itu, Nanase berdiri di samping Housen. Karena itu dia bisa dianggap sebagai siswa yang memahami situasi ini.

Sejujurnya ketika aku berbicara dengan Nanase, aku sangat terkesan.

Entah kenapa, kepribadiannya itu mengingatkanku dengan Ichinose.

Kami tiba di perpustakaan dan berjalan masuk ke dalam.

“Wah. Ini pengunjung yang langka.”

Orang pertama yang kami temui bukanlah Nanase, tapi siswa Kelas C tahun kedua.. Shiina Hiyori.

“Hari ini kami akan membahas ujian khusus dengan siswa tahun pertama. Mungkin nanti akan sedikit berisik.”

“Begitu, ya. Kalau begitu, menurutku lebih baik kamu memilih kursi paling ujung. Jika itu hanya sedikit obrolan, itu tidak akan mengganggu pengunjung yang lain. Dan jika ada yang mendekatimu, kamu bisa langsung mengetahuinya.”

Hiyori memberi kami saran dengan ramah.

“Apakah Kelas C berjalan baik?”

“Kurasa begitu. Sudah banyak yang memulai pergerakan.”

Sulit untuk menceritakan hal itu kepada orang lain karena persaingan kelas. Kami mengucapkan selamat tinggal kepada Hiyori dengan kata sederhana, lalu kami menuju kursi paling ujung.Untuk sesaat.. aku memikirkan Hiyori, namun aku segera menuju Horikita dikursi belakang.

“Selain Nanase, aku sedikit khawatir apakah Housen-kun akan muncul ketika mengetahui Kelas 1D terlibat.”

“Ya, adanya dia disini atau tidak, itu akan berdampak sangat besar.”

Tempat ini tidak memiliki batasan, jadi belum bisa dipastikan Housen akan datang atau tidak.

Seandainya dia datang, mungkin akan menjadi masalah besar.

“Aku ingin menanyakan sesuatu sebelum diskusi ini dimulai. Apakah kamu sudah belajar?”

“Yah, sedikit-sedikit. Memangnya kenapa?”

“Aku sedikit khawatir karena mendapatkan waktu belajar yang lebih baik untuk fokus mempelajari mata pelajaran yang kupilih.”

“Apa kau ingin memberiku keringanan?”

“Mana mungkin. Aku tidak sebaik itu melepaskan kondisi yang menguntungkan diriku. Ini pertaruhan yang harus kumenangkan.”

Meski begitu, dia sepertinya penasaran apakah aku belajar dengan baik atau tidak.

Dengan kata lain, dia khawatir kalau aku akan membuat alasan seperti tidak bisa belajar karena sibuk mengurusi ujian khusus.

“Kau sendiri menghabiskan banyak waktu untuk menyatukan Kelas D tahun kedua, kan.”

“Itu bukan masalah, dan aku selalu fokus dalam belajar.”

Dia tampaknya percaya diri dengan akumulasi belajar hariannya.

“Tenang saja. Aku tidak akan kalah.”

“Kalau begitu baguslah…”

Sepertinya dia merasa aku akan melakukan ujian dengan serius, anehnya.. dia percaya padaku.

Sehubungan dengan itu, aku ingin menanyakan sesuatu padanya.

Horikita tidak hanya menyatukan kelas, dia juga mengajari siswa lain dan belajar untuk dirinya sendiri. Apa dia akan tetap seperti ini hingga hari ujian tertulis tiba?

Ketika aku akan mengajukan pertanyaan itu, Nanase tiba di perpustakaan. Dia segera menemukan kami, lalu dia mendekati kami dan menundukkan kepalanya. Tampaknya Housen tidak datang ke pertemuan ini.

“Maaf membuat kalian menunggu senpai.”

“Kami juga baru sampai.”

Horikita mempersilahkan Nanase untuk duduk di kursi yang berada di sisi lain meja ini, dan diskusi dimulai dengan sedikit salam.

“Sekali lagi… Aku Horikita Suzune. Terima kasih sudah meluangkan waktumu untuk datang berdiskusi hari ini.”

“Aku (boku)… ah, tidak… Aku (watashi) Nanase Tsubasa. Aku merasa tidak pantas menerima kata terima kasih dari senpai. Sebaliknya, aku yang harus berterima kasih.”

Meski sama-sama Kelas D, mereka berdua memulai diskusi dengan saling menyanjung.

Setelah mendengar balasan yang sopan itu, Horikita segera memulai diskusi hari ini dengan Nanase.

“Sekarang langsung saja, kuharap kamu mau mendengarkanku.”

“Tentu saja.”

“Pertama-tama, aku ingin kamu memberitahuku tentang kebijakan Kelas D tahun pertama. Untuk pertama kalinya, hari ini dua siswa di kelasmu telah berpasangan. Tapi 38 siswa lainnya belum memutuskan pasangan mereka, termasuk kamu Nanase-san.”

Aku tidak tahu apakah itu karena Housen atau siswa lain, tapi jelas ada beberapa rencana yang berhasil.

“Aku sudah mengira kamu akan menanyakan pertanyaan ini. Hari ini, kamu juga menanyakan pertanyaan yang serupa kepada Kajiwara-kun, kan?”

Kajiwara adalah siswa Kelas D tahun pertama. Rupanya, Nanase sudah mengetahui Horikita melakukan kontak dengan siswa Kelas 1D saat istirahat makan siang. Kalau memang begitu, bisa dipertimbangkan bahwa dia sudah mengetahui kamimelakukan kontak dengan Hakuchou pada hari pertama.

“Aku sedikit terkejut. Sepertinya kamu menerima laporannya dan berkomunikasi dengan baik.”

“Banyak siswa di kelasku yang mulai mengikuti instruksi Housen-kun.”

Nanase terus terang mengakui Housen sebagai pemimpin Kelas D tahun pertama.

“Apa karena dia kuat? Tidak, kupikir bukan hanya itu. Cara seperti apa yang dia gunakan?”

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Nanase sedikit mengerutkan dahinya.

“Aku minta maaf. Aku tidak bisa menjawabnya. Ini adalah cara yang dipikirkan Housen-kun untuk menyatukan kelas. Aku tidak tahu caranya itu benar atau salah, tapi membocorkannya kepada orang luar akan dianggap sebagai pengkhianatan.”

“Ya, kamu benar.”

Mendengar perkataan Horikita, Nanase membungkuk dengan ringan dan mengucapkan kata terima kasih. Hanya karena kami seorang senpai, bukan berarti dia perlu untuk membicarakan segalanya. Ekspresi Nanase sekarang sama seperti saat berbicara denganku kemarin, tampak sebuah keinginan yang kuat untuk melindungi teman sekelasnya.

“Kalau begitu kita beralih ke topik utamanya. Apakah Kelas D tahun pertama mau bekerja sama dengan kami? Seperti dua siswa di kelasmu yang sudah berpasangan.”

“Aku yakin senpai sudah mendengarnya dari Shiratori-kun, kami selalu siap bekerja sama kapanpun itu. Asalkan senpai memberi sejumlah poin pribadi, kami tidak akan ragu untuk berpasangan dengan siswa dikelasmu.”

Jadi, cara Housen ini tidak ada bedanya dengan kata-kata Hakuchou.

Dari informasi saat ini, bisa disimpulkan bahwa poin pribadi dalam jumlah besar telah diterima oleh dua siswa Kelas 1D yang sudah berpasangan.

“Tapi yang ingin aku diskusikan hari ini bukanlah untuk membayar poin kepada kalian.”

“Aku tahu itu, Ayanokouji-senpai sudah mengatakannya padaku. Senpai ingin membangun hubungan kerja sama agar kita bisa melindungi siswa akademik rendah di kelas masing-masing, kan?”

“Ya. Jika kamu datang ke sini setelah memahami itu, berarti ada ruang untuk bernegosiasi, kan?”

“Tentu saja ada… Atau begitulah yang ingin kukatakan.”

Sekarang wajah Nanase terlihat murung, lalu dia melanjutkan perkataannya…

“Gagasan Housen-kun berfokus pada kemampuan individual. Bisa dibilang dia memaksakan hal itu. Siswa dengan kemampuan akademik rendah ditinggalkan karena tidak bisa menemukan pasangan. Menurutku tidak masalah jika mereka tidak menerima poin pribadi selama tiga bulan, tapi aku khawatir mereka akan dinilai sebagai siswa yang tidak dapat menemukan pasangan. Tidak, mungkin itu juga tidak masalah… yang jadi masalahnya adalah di masa depan mereka akan bertindak secara individual dan tidak akan ada rasa persatuan di kelas, aku benci itu.”

Horikita mendengarkan dengan seksama cerita Nanase yang memprediksi masa depan Kelas D tahun pertama.

“Ya. Jika tidak ada seorang pun yang memberi membantu di kelas, cepat atau lambat individualisme akan berkembang. Jika tidak ada yang membantu, kamu harus berusaha sendiri. Tidak akan ada yang muncul untuk membantu meskipun kamu meminta bantuan. Dan seandainya ada ujian khusus yang mengharuskan semua siswa di kelas untuk bekerja sama, kalian tidak akan siap untuk menghadapinya.”

Itulah sebabnya Nanase ingin bernegosiasi dengan Horikita untuk menghindari hal itu.

“Apa kamu tidak takut dengan Housen-kun?”

“Ya.”

Dia langsung menjawab tanpa ragu-ragu. Sejak tiba disini, Nanase belum melihatku sama sekali, namun kini dia mulai menatapku. Matanya saat ini sama seperti mata yang kulihat dua kali sebelumnya. Ketika aku melihat tatapan yang serupa, dia berkata aku tidak akan menyerah pada kekerasan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mungkin saja Nanase adalah satu-satunya orang yang bisa dijadikan sekutu diantara siswa Kelas D tahun pertama.

Seandainya pertemuan kami ini sebuah kebetulan, aku akan mengucapkan terima kasih.

“Kalau begitu, aku akan mengajukan pertanyaan yang sedikit mendalam. Saat ini, berapa banyak siswa Kelas 1D yang berusaha untuk menemukan pasangan? Tolong beritahu aku sebisamu untuk menjawab, tidak peduli apapun kemampuan akademiknya.”

Memang benar OAA dapat memberitahukan siapa saja siswa yang sudah berpasangan atau belum, tapi aplikasi itu tidak bisa memberitahu dengan jelas apakah siswa bisa menemukan pasangan atau tidak.

Ini adalah satu-satunya hal tentang kelas yang harus ditanyakan dan dipahami secara langsung.

“Pada saat ini, kira-kira 15 siswa merasa kesulitan untuk menemukan pasangan.”

“15 siswa… Lebih banyak dari yang kukira.”

Tapi, siswa di kelas D tahun kedua juga banyak yang belum menemukan pasangan.

Jika dipikirkan baik-baik dan mengkombinasikannya, ada ruang untuk bekerja sama.

“Nanase-san. Kalau kamu bersedia, aku ingin membuat sebuah kesepakatan yang bagus denganmu.”

“Kesepakatan yang bagus?”

“Aku dan kamu akan menyesuaikan 15 pasangan dan menyelesaikannya sekaligus. Terlepas dari kemampuan akademik A atau E. Tentu saja tidak akan ada sama sekali transaksi poin pribadi. Kerja sama secara setara yang saling menguntungkan.”

Dengan kata lain, itu berarti gift dan take. Jika saling membantu seperti itu, maka tidak ada transaksi poin ataupun membangun hubungan.

Hanya dengan kesepakatan ini, kemungkinan dropout akan turun secara signifikan.

Tapi Horikita dan Nanase tahu bahwa itu tidaklah sederhana.

“Meskipun kami setuju dengan kesepakatan itu, tidak ada jaminan kami dapat membantu siswa akademik rendah di kelas Horikita-senpai. Sebagian besar siswa di kelasku yang kesulitan menemukan pasangan, memiliki kemampuan akademik C dan D.”

Jika maksimumnya C+, masih ada resiko untuk berpasangan dengan akamdemik E. Tidak ada sedikitpun keuntungan yang bisa kami peroleh di sini.

“Aku ingin kamu berusaha untuk mencegah itu terjadi.”

“Kurasa begitu. Tapi tidak mudah untuk menyetujui kesepakatan ini.”

Nanase tidak menyangkal perkataan Horikita, tapi dia tidak bisa mengakui kesepakatan.

“Housen-kun tidak akan setuju untuk membantu dengan gratis, terutama sekarang.”

Semenjak masuk sekolah, Kelas A tahun kedua telah mempertahankan poin kelas yang tinggi dan menyimpan banyak poin pribadi. Sedangkan Kelas C tahun kedua, meski sudah mengeluarkan banyak poin pribadi untuk menyelamatkan Ryuuen, dana mereka masih stabil karena sebuah kontrak dengan Kelas A tahun kedua. Mengingat situasi dimana dua kelas tersebut memperebutkan siswa dengan pembayaran poin yang tinggi, tidak ada salahnya untuk menjual kemampuan dengan harga yang tinggi.

Rencana dan Kebijakan Housen bisa dikatakan benar.

Bahkan jika mereka menetapkan harga yang tinggi, dapat dipastikan bahwa Kelas 1 D lebih tinggi dari kelas satu lainnya.

Itu sebanding dengan beberapa siswa yang telah berpasangan.

“Bahkan jika demi kelas? Dia seharusnya tidak akan dirugikan.”

Kerugian memiliki siswa yang tidak berpasangan, jadi dia tidak akan menerima poin pribadi yang seharusnya dia dapatkan. Dia harusnya sudah tahu itu tanpa perlu dijelaskan.

“Aku tahu apa yang ingin Horikita-senpai sampaikan. Sebagian besar aku mengerti isi pembicaraan ini.”

Rupanya Nanase menerima usulan Horikita dengan baik, akan tetapi…

“Ya… Kurasa Housen-kun tidak akan menyetujuinya.”

Entah kenapa, aku bisa memahami sedikit apa yang sedang dia pikirkan.

“Aku mengerti sesuatu. Housen tidak hanya sekedar mengambil poin pribadi.”

“Apa maksudmu?”

“Menurutku alasan Housen tidak mau menerima pasangan untuk siswa pintar di kelasnya kecuali ada poin besar karena Housen sendiri yang mengambil poin tersebut. Seandainya itu yang terjadi, dia harus memikirkan cara untuk menugaskan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah secara aktif. Intinya.. mereka akan berusaha untuk mencari pasangan, bahkan mereka bersedia akan membayar dengan poin pribadi.”

“Kamu benar juga… Mereka tidak sebodoh itu untuk merelakan poin pribadi selama tiga bulan. Kalau itu aku, aku lebih memilih membayar dengan poin pribadi untuk lulus ujian ini, atau aku akan memberikan Housen-kun setengah dari poin pribadi yang kuterima.”

Sejauh ini, aku tidak merasakan hal itu dari kata-kata dan pergerakan Nanase.

“Persis seperti yang dikatakan Ayanokouji-senpai. Housen-kun tidak menerima hadiah dari teman-teman sekelas.”

Itu berarti Housen hanya mengatur dan mengendalikan kelas.

Dan siswa yang menentang Housen akan dikucilkan sepenuhnya.

Dilarang mengambil tindakan sendiri-sendiri seperti memutuskan pasangan tanpa izin.

Siswa Kelas D tahun pertama tidak muncul di pertemuan pertukaran karena sejak awal mereka sudah tahu bahwa itu tidak ada artinya.

“Apa kamu tidak bisa membujuk sebagian siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi?”

Usulan Horikita tidak memiliki imbalan. Itu hanya cara untuk menyelamatkan teman sekelas.

Berbeda dengan siswa tahun kedua, siswa tahun pertama tidak terlalu memikirkan kelas dan teman-teman mereka.

Tidak mungkin bagi mereka untuk langsung akrab dalam waktu satu atau dua minggu setelah memasuki sekolah.

“Aku sudah bertanya pada beberapa orang, tapi tidak ada seorangpun yang mau mempertimbangkannya.”

“Pada akhirnya imbalan adalah hal yang utama.”

“Bisakah beberapa orang menandatangani kontrak dengan poin pribadi?”

Jika kami ingin menargetkan nilai yang tinggi seperti Kelas 2A dan Kelas 2C, kami membutuhkan banyak poin pribadi untuk merekrut sejumlah siswa berbakat. Tapi.. jika kami membatasi jumlah siswa yang dibayarkan untuk mencegah mereka drop out, kami dapat menekan biayanya.

“Yah… Jika kita tidak punya pilihan lain, kita harus melakukannya. Tapi hubungan kerja sama dengan poin pribadi hanya sebatas itu saja. Sementara aku.. berharap untuk terus menjalin hubungan kerja sama di masa yang akan datang.”

Setelah mengatakan itu kepadaku, Horikita segera berbalik menghadap ke arah Nanase.

“Apa maksudmu?”

“Sekarang, tahun kedua dan tahun pertama bertarung secara berbeda. Karena tidak ada resiko drop out di tahun pertama, saat ini kalian berada di posisi atas. Tapi ini tidak akan berlangsung selamanya. Hari dimana kalian akan menghadapi ujian khusus yang beresiko drop out akan segera datang. Bagaimana jika saat itu hanya ada kontrak dengan poin pribadi? Bagaimana jika ada situasi yang mengharuskan Kelas D tahun pertama membayar poin pribadi? Bagaimana jika dana tidak cukup untuk membayarnya?”

Mungkin beberapa siswa bisa diselamatkan, tapi tidak mengherankan jika siswa lainnya tidak bisa diselamatkan.

“Itulah sebabnya aku ingin membangun hubungan kerja sama secara setara tanpa melibatkan poin pribadi. Aku juga ingin membangun hubungan kepercayaan. Karena kita berada di tahun ajaran yang berbeda, kita bisa menjalin hubungan kepercayaan yang khusus.”

Dengan menyepakati kerja sama sekarang, Horikita siap untuk membantu seandainya siswa Kelas D tahun pertama mengalami masalah di masa depan nanti. Intinya, strategi Horikita hampir sama dengan Ichinose.

Perbedaannya adalah kami bukan bekerja sama dengan keseluruhan kelas di tahun pertama, melainkan hanya bekerja sama dengan Kelas D tahun pertama.

Daripada membangun hubungan kerja sama dengan keseluruhan kelas tahun pertama, lebih baik fokus pada Kelas D tahun pertama.

Ujian khusus telah memasuki hari keempat. Kami tidak boleh menghabiskan waktu terlalu banyak.

Nanase memahami perkataan Horikita.

Namun, ekspresinya yang suram itu tidak berubah sedikitpun.

“Aku mengerti apa yang ingin senpai katakan. Tapi kupikir, teman sekelasku tidak akan bisa memahaminya. Banyak dari mereka yang menginginkan poin pribadi untuk diri sendiri. Dalam hal ini, mereka akan menganggap berpasangan tanpa menerima poin pribadi adalah sebuah kerugian.”

Sepertinya mereka membutuhkan waktu untuk memahami sistem sekolah ini.

“Saat ini, ada dua hambatan untuk bekerja sama dengan Kelas D tahun pertama. Pertama adalah Housen-kun dan yang kedua adalah siswa pintar yang menginginkan poin pribadi. Hambatan yang kedua mungkin berlaku untuk semua kelas satu.”

Jika dilihat dari permukaan, memang benar ada sedikit manfaat untuk bekerja sama, tapi sebenarnya tidak semudah itu. Ada banyak hambatan di Kelas D tahun pertama yang harus diatasi, seperti Housen.

Apakah Horikita menyadari fakta tersebut?

“Tolong biarkan aku berbicara dengan Housen-kun.”

Horikita memutuskan untuk melangkah lebih jauh, karena tidak mungkin untuk membuat kesepakatan tanpa kehadiran Housen.

“Itu benar… Jika kita ingin menyetujui kerja sama yang setara, itu tidak bisa dihindari.”

“Kalau kamu tidak keberatan, aku siap menemuinya sekarang.”

“Baiklah, aku akan menghubunginya.”

Nanase mengeluarkan ponselnya dan berjalan menuju pintu perpustakaan.

“Pengaruh Housen-kun lebih besar dari yang kukira.”

“Sepertinya begitu.”

“Rencanaku untuk bekerja sama dengan Kelas D tahun pertama… Tidak salah, kan?”

“Membangun hubungan kerja sama demi masa depan bukanlah strategi yang buruk. Sebaliknya, dapat dikatakan bahwa itu adalah hal utama dalam ujian khusus ini. Bahkan Sakayanagi dan Ryuuen menggunakan label kelas dan poin pribadi untuk membangun hubungan kerja sama dengan para siswa yang berbakat dari semua kelas di tahun pertama. Sedangkan Ichinose sudah menjalin hubungan kepercayaan yang kuat dengan menyelamatkan siswa tahun pertama berkemampuan akademik rendah, meskipun tidak ada gunanya. Dan strategimu hampir mirip dengan Ichinose, bedanya kau hanya akan bekerja sama dengan satu kelas, kan? Kau sudah menjadi pemimpin kelas yang bisa bersaing dengan mereka bertiga.”

(Tl note : untuk mendapatkan kerja sama dari siswa tahun pertama.. Sakayanagi mengandalkan label kelas, Ryuuen membayar dengan poin pribadi, Ichinose membantu siswa akademik rendah dan Horikita bernegosiasi dengan satu kelas [Kelas D] di tahun pertama)

Mendengar kesimpulanku itu, Horikita mengangguk dengan ringan. Sekarang yang tersisa adalah berhasil atau tidaknya negosiasi ini. Ketika sedang menunggu Nanase kembali, aku melihatnya memanggil kami dengan memberi isyarat menundukkan kepala di pintu masuk perpustakaan.

“Aku penasaran, apa yang terjadi?”

“Ayo kita ke sana.”

Kami meninggalkan perpustakaan dan menghampiri Nanase.

“Maaf senpai… Um, Housen ingin berbicara denganmu melalui panggilan ponsel.”

Nanase memberikan ponselnya kepada Horikita.

Setelah menerima ponsel, Horikita mengalihkan suara panggilan menjadi louspeaker dan mencoba untuk berbicara dengan Housen.

“Aku membuatmu menunggu.”

“Yo. Aku sudah dengar ceritanya dari Nanase.”

“Kalau bisa, aku ingin bertemu secara langsung dan menjelaskannya kepadamu.”

“Aku tidak perlu bertemu denganmu karena aku tidak butuh penjelasanmu.”

Housen berkata begitu sambil tertawa.

“Itu berarti… Kamu tidak mau bernegosiasi?”

“Begitulah. Aku bahkan tidak ingin berbicara melalui telepon, tapi Nanase tidak mau mendengarkanku.”

“Tapi Housen-kun, aku bersedia untuk mempertimbangkannya.”

“Berisik! Apa wewenangmu? Apa kau mau kubunuh, hah!?”

“Aku tidak akan terbunuh, tapi setidaknya temuilah Horikita-senpai meski hanya sekali.”

“Jika kau tidak bisa mendapatkan poin pribadi, jangan menghubungiku lagi.”

Nanase mencoba untuk melanjutkan perkataannya, tapi Housen segera mengakhiri panggilan.

Nanase segera menghubunginya, tapi Housen tidak mengangkat panggilannya meski sudah dihubungi berkali-kali.

“Maaf…”

Nanase meminta maaf kepadaku dan Horikita sambil menundukkan kepalanya. Meskipun itu bukan kesalahannya.

“Tolong angkat kepalamu. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu. Hanya saja, itu tidak berjalan dengan lancar karena kebijakanku dengan Housen-kun sangat berbeda.”

“Itu…”

“Untuk hari ini, lebih baik kita akhiri sampai disini. Kuharap kamu memikirkan cara agar Housen-kun mau menemui kami. Tapi aku hanya akan menunggu sampai akhir minggu ini.”

Jika lebih dari itu, Horikita harus mencari pasangan selain siswa Kelas D tahun pertama. Aku berharap agar itu tidak terjadi, karena cukup sulit untuk menemukan ‘siswa yang tersisa dari ketiga kelas yang sudah hampir habis terjual’.

(Tl note : ' kelas yang sebagian besar siswanya sudah memiliki pasangan)

“Aku sangat senang karena senpai belum menyerah. Tapi…”

Nanase menahan kata-kata yang hampir diucapkannya. Kami tidak bisa membentuk kerja sama yang setara karena Housen-kun, dia mungkin merasa ini akan berakhir jika dia berkata begitu.

“Untuk sekarang ini sudah cukup. Setidaknya Housen-kun sudah mengetahui apa yang kuinginkan.”

Dia menjadi semakin tidak sabar, karena waktu yang semakin berkurang, tapi pada akhirnya Horikita menyimpulkan bahwa kohai ini begitu tegar.

Horikita menyarankan untuk pulang bersama, tapi Nanase mengatakan bahwa dia akan pergi ke suatu tempat. Dia juga berkata akan menemui kami lagi besok di perpustakaan.

“Ayo kita kembali. Ada banyak hal yang harus kulakukan.”

Tampaknya setelah Horikita tiba di asrama, dia akan mengadakan belajar kelompok dengan beberapa orang termasuk Sudou.

“Oh, iya. Mungkin aku harus mendengarnya dengan jelas mengenai pasanganmu, apa kamu akan mencarinya sendiri atau menyerahkannya kepadaku? Mungkin itu akan berdampak di masa depan.”

Jika negosiasi dengan Housen berhasil, sejumlah orang harus disesuaikan.

“Ada seorang kandidat yang kurasa aman untuk diajak bekerja sama.”

“Kalau itu bukan karena kemampuan akademiknya, berarti itu orang tertentu. Siapa itu?”

“Itu rahasia.”

“Rahasia… Apa kamu mau menyembunyikannya dariku?”

“Aku hanya mengenalnya di permukaan.”

“Bukankah itu masalah? Apa bisa bekerja sama hanya dengan itu?”

“Ya, kupikir itu akan menjadi jelas hari ini. Tapi… Aku akan menilainya paling lambat hingga akhir minggu ini.”

“Kuharap berjalan lancar… Jangan mengeluh jika kamu tidak mendapatkan pasangan hingga batas waktunya.”

“Aku akan mengingatnya. Daripada itu, ada sesuatu yang lebih kukhawatirkan. Apa kondisimu baik-baik saja?”

“Apa kau peduli padaku?”

“Aku bukannya mengkhawatirkan kekuatan fisikmu, tapi aku khawatir dengan tindakan yang harus kau lakukan dari sekarang hingga hari ujian tulis tiba.”

Jika dia terlalu kelelahan, itu mungkin akan berpengaruh pada hari ujian.

Selain mengadakan belajar kelompok, dia juga membantuku agar bisa memasak untuk Amasawa hingga larut malam.

Rasa lelah pasti telah menumpuk secara bertahap.

“Mungkin aku memang akan berakhir kelelahan. Tapi sekarang aku tidak punya waktu untuk beristirahat. Aku tidak akan jatuh sampai ujian khusus ini selesai.”

Apa ada banyak faktor yang membuatnya sadar untuk bertarung demi kelas?

Tidak hanya Yousuke dan Kushida, siswa akademik tinggi seperti Keisei dan Mii-chan juga menawarkan diri untuk bekerja sama dengan Horikita. Setelah itu, Horikita memutuskan sebuah rencana untuk bekerja sama dengan Kelas D tahun pertama sambil mempertimbangkan masa depan dengan berbagai asumsi yang ada.

Faktanya.. pemimpin tidak dapat membuat keputusan ke kanan dan ke kiri, karena itu hanya akan menghasilkan efek yang buruk.

Seberapa cepat kami menyelesaikan perjuangan ini dalam melawan waktu adalah hal yang sangat penting bagi Kelas D tahun kedua.

***

Suhu malam ini terasa sedikit dingin. Berdiri di dapur, aku memasak dengan menggunakan bahan-bahan yang kubeli hari ini.

Aku menantang diriku sendiri dengan membuat Tom Yam Kung yang sebelumnya kubuat untuk Amasawa.

Tentu saja kali ini aku akan melihat langsung resep dan video sebagai refrensi.

Nama hidangan Tom Yam Kung di ambil dari tiga arti yang dikombinasikan yaitu, merebus, mencampur dan udang.

“Rasanya agak unik, tapi tidak begitu buruk.”

Rasa pedas dan asam menyebar di dalam mulut dan aromanya menembus hidung, hidangan yang membuat seseorang ketagihan untuk memakannya.

Setelah membereskannya, aku menyalakan kipas angin untuk menghilangkan bau yang memenuhi ruangan. Aku tenggelam dalam suara kipas angin sehingga aku tidak menyadari bunyi ponsel, saat kuperhatikan.. ponselku bergetar di tempat tidur. Aku berpikir untuk menghubunginya nanti, tapi karena tidak berhenti berdering, aku mengangkat panggilan itu.

“Kamu terlalu lama mengangkat panggilan telepon.”

Panggilan telepon pertama dari Kei semenjak ujian khusus dimulai.

Kata-kata pertama yang kudengar adalah keluhan darinya.

“Padahal kamu yang menyuruhku untuk menghubungimu, kan?”

“Maaf. Jadi, apa kau sudah memeriksa permintaan yang kusampaikan tadi pagi?”

“Aku menghubungimu karena aku sudah memeriksanya. Bukankah seharusnya kamu berterima kasih kepadaku?”

“Terima kasih. Lalu?”

“Aku merasa kamu tidak bersyukur… Yah, itu tidak masalah. Menurut petugas di toko, hanya satu yang terjual pada bulan April tahun ini. Sepertinya produk itu kurang laku dibandingkan produk sejenisnya, dan lebih baik jika terjual satu atau dua dalam setahun. Tapi, ada seorang siswa baru yang ingin membelinya.”

Aku tahu siapa yang membelinya, tapi aku lebih penasaran dengan orang yang ingin membelinya.

“Dia tidak jadi membelinya.”

Mungkin dia tidak jadi membelinya karena sudah menghabiskan semua poin pribadinya setelah memasuki sekolah.

Tapi aku tidak berpikir ada siswa baru tahun ini yang bertindak ceroboh seperti itu.

“Aku juga menanyakan hal itu. Tepat saat dia akan melakukan pembayaran, ada siswa lain yang memanggilnya. Kemudian dia tidak jadi membeli produk itu dan mengembalikannya. Dan siswa yang mencoba untuk membelinya adalah…”

Aku menyesuaikan situasi sambil mendengarkan karakteristik siswa yang dikatakan Kei.

Awalnya ini hanya sedikit menggangguku… Tidak, ini situasi sangat berbeda.

Aku tidak berharap kalau orang itu akan terlibat dalam masalah ini.

“Apa kau mengetahui siapa yang meminta dia untuk mengembalikan barang tersebut?”

“Hmm, aku tidak tau. Tapi aku yakin itu perempuan.”

Kei mengetahui nama pembeli yang menunjukkan kartu pelajarnya, tapi Kei tidak tahu siapa yang menghentikannya.

“Apakah informasiku berguna?”

“Ya. Jauh lebih berguna dari yang kupikirkan.”

“Heh, aku ini kompeten. Harusnya kamu bersyukur. Tapi.. kenapa kamu memintaku untuk memeriksa itu? Jujur saja, aku tidak mengerti sama sekali.”

“Aku juga.”

“Eh?”

Aku ingin mencari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk untuk tindakan misterius itu, tapi ternyata itu jauh melampui imajinasiku.

Kenyataannya, itu sama sekali tidak relevan karena tidak terkait dengan imajinasiku.

“Ngomong-ngomong, kudengar pasanganmu untuk ujian khusus ini sudah diputuskan.”

“Ya. Kalau tidak salah namanya adalah Shimazaki-san, siswa Kelas B tahun pertama. Aku merasa terselamatkan berkat Kushida-san.”

Setelah aku menyelesaikan urusanku, sekarang aku akan mengubah topik pembicaraan.

“Kupikir pasanganmu tidaklah buruk tapi, apakah proses belajarmu mengalami kemajuan?”

“Yah, mengenai itu, bagaimana aku harus mengatakannya… Aku merasa tidak masalah untuk mulai dimenit-menit terakhir.”

Sudah kuduga. Aku belum mendengar dia membicarakan tentang belajar kelompok.

“Ujian ini bukan sesuatu yang bisa kau selesaikan sendiri. Peringkat Kei adalah D+. Jika kau tidak berpikir untuk sedikit serius, kau mungkin akan menyesalinya.”

“Aku tahu itu, tapi berat rasanya untuk melangkahkan kaki ke sana… Karena Kiyotaka tidak hadir dalam belajar kelompok.”

“Seandainya aku ada disana, apa kau akan semangat belajar?”

“… Itu, yah. Aku akan melakukan yang terbaik didepan pacarku.”

Masih belum jelas itu benar atau tidak. Tapi jika itu memang benar, maka ceritanya akan cepat.

“Kalau begitu… besok. Apa kau bisa datang ke kamarku sekitar jam enam?”

Kurasa itu waktu yang tepat, mengingat aku akan bertemu Nanase sepulang sekolah.

“Bolehkah aku pergi bermain?”

“Bukan bermain, tapi belajar.”

“Eeh?”

Eeh, janai.

“Aku akan mengajarimu. Dengan begitu kau akan sedikit termotivasi, kan?”

Pertama-tama, aku akan mengukur kemampuan Kei.

Dan jika dia memang harus pergi belajar kelompok, aku akan mendesaknya.

“Apa kamu khawatir kalau aku akan dikeluarkan dari sekolah?”

Tiba-tiba dia bertanya padaku dengan suara yang seolah-olah tersanjung. Aku bisa saja memberinya jawaban yang sedikit kejam, tapi jika aku mengatakan bahwa aku mengkhawatirkannya, apa Kei akan termotivasi?

“Tentu saja. Padahal kita baru saja berpacaran dan kau malah dikeluarkan dari sekolah, itu tidak lucu sama sekali.”

“Ya~yah, itu benar!? Kalau begitu apa boleh buat. Sebenarnya aku punya banyak rencana, tapi aku akan memberimu perlakuan khusus.”

Dia masih saja tidak mau jujur, tapi itu cukup bagus bahwa dia mau menerimanya.

“Apa yang harus kubawa?”

“Apa yang kau butuhkan sudah ada di kamarku. Kau tidak perlu hal lain, selain datang tepat waktu.”

“Baiklah!”

“Kalau begitu, aku akan mengakhiri panggilan ini.”

“Tu-tunggu dulu! Aku belum membicarakan tentang belajar ataupun ujian khusus.”

Sepertinya Kei ingin mengatakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan kedua hal tersebut.

“Itu benar juga.”

“Dasar kamu ini…”

Setelah itu, tidak ada pembicaraan mengenai belajar dan ujian khusus. Tapi untuk sementara waktu, aku adalah orang yang terus kalah.

***

Pada hari kelima ujian khusus, akhirnya mayoritas siswa telah memutuskan pasangan dan 81 pasangan pun telah terbentuk. Bahkan di Kelas D tahun kedua, siswa yang mendapatkan pasangan telah meningkat.

Hal yang sama juga berlaku untuk orang-orang terdekatku, salah satunya adalah Kei. Dan juga Airi serta Haruka dari Grup Ayanokouji.

Orang yang membantu mereka menemukan pasangan adalah Kushida. Dia bekerja sama dengan siswa yang pernah bersekolah di SMP yang sama dengannya, yaitu Yagami Takuya. Lalu dia memperkenalkan beberapa siswa Kelas B tahun pertama. Tapi.. ini tidak menyelesaikan semuanya. Meskipun Yagami muncul sebagai perwakilan, dia sendiri tidak ingin menjadi pemimpin.. dia hanya bekerja sama sebagai individu. Tidak begitu banyak siswa yang tersedia untuk berpasangan dengan siswa Kelas D tahun kedua yang memiliki kemampuan akademik rendah.

Untuk dapat bekerja sama dengan Yagami, hanya ada satu syarat yang diperlukan.

Seperti yang diumukan OAA, itu terjadi kemarin.

Syaratnya adalah Kushida yang memiliki kemampuan akademik tinggi harus berpasangan dengannya, tapi sepertinya tidak ada keluhan dari Horikita.. karena itu pertukaran yang sepadan. Masih ada beberapa siswa berbakat lainnya yang bisa dijadikan kartu andalan Kelas 2D, seperti Yousuke, Keisei, Mii-chan dan Matshusita, termasuk Horikita sendiri.

Bagaimanapun, mereka belum bisa bersantai begitu saja hanya karena sudah mendapatkan pasangan.

Sebaliknya, bisa dikatakan pertarungan yang sebenarnya baru saja akan dimulai ketika sudah mendapatkan pasangan.

Dengan kata lain, belajar dengan giat adalah jalan yang tidak terhindarkan.

Namun, ada sesuatu seperti rasa persatuan di kelas yang bisa bekerja sama tanpa banyak bicara.

Mungkin itu karena kami telah berjuang bersama selama satu tahun.

Sementara itu…

Seorang siswa berdiri seakan-akan ingin pulang.

Seolah itu adalah waktu yang ditunggunya, Horikita pergi untuk berbicara dengannya.

“Kouenji-kun, kamu belum menemukan pasangan, kan?”

“Memangnya ada apa dengan itu?”

Satu-satunya gangguan yang belum bergabung dengan persatuan di kelas ini.

“Sebagai teman sekelas, kupikir aku harus menanyakan keadaanmu.”

Bahkan siswa lain yang penyendiri masih dapat dipahami karena mau membicarakan keadaannya kepada orang-orang disekitarnya.

Tapi Kouenji tidak mengatakan apapun, jadi sulit untuk memahami keadaannya.

“Kamu siswa yang pintar. Aku yakin kamu tidak berpikir untuk keluar dari sekolah, kan?”

“Tentu saja.”

“Bahkan jika kamu berpasangan dengan siswa yang mendapatkan penilaian sama dengan Ike-kun, setidaknya kamu akan mencetak nilai 400 poin. Aku yakin kamu akan aman.”

Kalau memang begitu, itu berarti Kouenji bisa dianggap sebagai salah satu kartu andalan yang berharga.

Mungkin Horikita menghampirinya untuk hal ini, tapi…

“Ha ha ha! Aku tidak berniat melakukan apapun pada ujian khusus ini. Yang terpenting adalah siswa yang menjadi pasanganku bisa mencetak nilai lebih dari 150 poin. Sangat mudah bagiku untuk mendapatkan nilai di atas standar kelulusan.”

Menurut Chabashira, nilai yang bisa didapatkan dalam ujian ini minimum adalah 150 poin. Kecuali dalam kasusku.. jika aku berpasangan dengan siswa dari White Room, tidak mengherankan jika dia mencetak nilai 0 poin dengan sengaja.

Pada akhirnya, siswa akan mengandalkan pasangannya.

Ya, tidak peduli seberapa keras aku mencari pasangan, tidak ada jaminan 100% pasanganku akan mencetak nilai setidaknya 1 poin atau lebih. Tapi, baik siswa tahun pertama maupun siswa tahun kedua harus bertindak berdasarkan asumsi dari pihak sekolah yaitu mendapatkan nilai lebih dari 150 poin. Itu terjamin 99,9%. Dan yang membuat jaminan itu menjadi 100% adalah aturan yang berisikan : siswa akan dikeluarkan dari sekolah jika memperoleh nilai yang tidak sesuai dengan kemampuan akademiknya. Karena itulah Kouenji memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Dia merasa tidak perlu untuk membangun hubungan dengan siapapun.

“Itu berarti tidak masalah dengan siapapun kamu akan berpasangan, kan? Kurasa kamu bisa membiarkanku untuk memutuskan pasanganmu. Ini lebih baik daripada kamu mendapatkan penalti 5%.”

Horikita mengatakan topik yang sederhana, tapi pada dasarnya.. gagasan itu cukup wajar.

“Itu benar. Tapi aku menolak.”

“Kenapa…? Bolehkah aku tahu alasannya?”

“Karena aku adalah aku.”

Intinya dia tidak suka digunakan oleh Horikita.

Pada akhirnya, Kouenji tetaplah Kouenji.

Jika aku harus menggunakan Kouenji untuk menang, aku pasti juga akan berkata begitu. Tapi sebelum itu, aku harus memikirkan strategi lain.

“Apa kamu sudah puas?”

Setelah mendengar jawaban itu, Horikita tidak akan bisa memaksa Kouenji untuk bekerja sama.

Karena Kouenji bukanlah orang yang akan bergerak hanya dengan paksaan, itu hanya akan menjadi usaha yang sia-sia.

“Ya, hanya untuk saat ini saja. Aku tidak bisa tinggal diam selamanya. Ketika tiba waktunya bagi kelas untuk bersatu, aku akan meminta kerja sama darimu.”

Horikita tidak membicarakan tentang ujian khusus ini, melainkan ujian di masa yang akan datang.

Tampaknya Horikita ingin bergerak sebelum saat itu tiba.

“Aku tahu kamu ingin bergantung pada diriku yang sempurna ini, tapi aku tidak bisa membantumu.”

Kouenji pergi setelah mengatakan itu, dia seolah tidak mau mendengar pembicaraan lebih lanjut.

“Sepertinya memang tidak mungkin meminta bantuan kepada Kouenji.”

Aku berkata begitu tanpa sadar.

“Seandainya dia mau serius, kelas kita pasti akan menjadi lebih kuat, tapi itulah yang membuatnya menjadi sangat sensitif.”

Tidak ada yang lebih merepotkan daripada senjata rahasia yang tidak bisa digunakan.

Jika salah sedikit saja, harapan itu akan berubah menjadi keputusasaan.

“Aku tidak memperkirakannya dari awal.”

Lebih baik berpikir bahwa Kouenji adalah bingkai khusus yang disebut Kouenji.

“Aku tidak akan menyerah.”

“Aku mengerti…”

Yah, aku takut akan diputar-putar, itu bagus untuk termotivasi.

***

Pada akhir pekan, ketika aku melangkahkan kaki di perpustakaan, aku merasa suasananya sangat berbeda dari sebelumnya. Banyak siswa tahun pertama dan tahun kedua berkumpil disini. Sebagian besar dari mereka melakukan sesi belajar kelompok dengan tablet dan notebook.

Tampaknya, banyak siswa yang sudah mulai bergerak karena pasangannya sudah diputuskan.

Aku masih ingat setahun yang lalu aku pernah melakukan sesi belajar kelompok di perpustakaan ini.

“Ini akan menjadi sedikit masalah. Jika bertambah banyak orang yang datang kemari, kehadiran kita akan menjadi kurang terlihat.”

“Setidaknya, kita masih bisa sedikit terlihat.”

Untungnya, tidak ada siswa yang menempati kursi yang kami tempati kemarin.

Ketika aku berada dalam situasi yang tidak mungkin untuk dikuburkan, aku mengarahkan pandanganku ke arah tertentu.

Hiyori yang menyadari tatapanku, melambaikan tangannya sambil tersenyum.

“Aku merasa Ayanokouji-kun akan datang lagi hari ini, jadi aku meminta kepada siswa untuk mengosongkan kursi ini.”

“Apa itu tidak apa-apa?”

“Mm, jangan khawatir. Tapi beda lagi ceritanya jika kursi sudah penuh.”

Perpustakaan ini memiliki ruangan yang cukup besar. Tapi pertimbangan Hiyori ini sangat membantu.

“Silahkan nikmati waktu kalian.”

Setelah mengatakan itu, Hiyori segera meninggalkan kami. Sepertinya dia tidak berniat untuk berlama-lama dengan kami.

“Gadis itu terlalu baik. Apa mungkin dia mendengar percakapan kita sebelumnya?”

“Entahlah. Kurasa sulit dengan jarak segitu.”

Kursi ini terletak ditempat yang sama seperti kemarin, mungkin karena sudah diamankan oleh Hiyori.

Lalu Horikita mengeluarkan satu set alat tulis dan buku dari tasnya, sepertinya dia akan belajar disini.

Meskipun kami bersedia untuk menunggu, tidak ada tanda-tanda Nanase akan datang.

“Lama sekali, Nanase-san.”

Kami sudah berjanji akan bertemu dengan Nanase sepulang sekolah jam 4.30 sore. Tapi sekarang waktu sudah menunjukkan jam 5 sore.

Aku sudah mengiriminya pesan, tapi dia belum membacanya. Mungkin sudah saatnya kami pergi melihat situasinya, tapi sulit untuk mengetahui keberadaannya.

“Aku akan pergi ke kelas satu untuk melihat…”

Saat Horikita hendak pergi, Nanase muncul dengan tergesa-gesa.

Dia menemukan kami dari pintu masuk, lalu dia berjalan menghampiri kami dengan nafas yang tidak beraturan.

“Maaf. Aku sudah membuat kalian menunggu lama!”

“Tidak apa-apa. Aku hanya khawatir jika sesuatu terjadi padamu.”

“Aku membujuk Housen-kun untuk datang kemari.”

“Jadi begitu… Sepertinya tidak membuahkan hasil.”

Tidak ada tanda-tanda orang yang akan datang dari pintu masuk perpustakaan.

“Apa dia tidak menghentikanmu untuk datang kemari?”

“Dia tidak menghentikanku. Kurasa dia tahu kalau aku tidak bisa memutuskan sesuatu tanpa dirinya.”

Tidak peduli seberapa banyak usaha dan tindakan Nanase, keputusan akhir tetap berada di tangan Housen-kun.

Jika Housen sangat percaya diri, maka dia tidak perlu menghentikan tindakan Nanase.

“Sepertinya kita harus bertemu dengannya secara paksa.”

“Itu…”

“Aku tahu itu tidaklah mudah. Tapi kalau tidak bertemu secara langsung , kita tidak akan pernah mencapai kesepakatan dan akan selalu seperti ini.”

Sepertinya Horikita tidak berpikir untuk memulai diskusi ini tanpa kehadiran Housen.

“Itu benar, tapi…”

Nanase yang bingung akan sesuatu, memutuskan untuk berbicara.

“Horikita-senpai ingin membangun hubungan kerja sama yang setara dengan Kelas D tahun pertama, kan. Apa tidak ada kebohongan dalam gagasan itu?”

“Tentu saja tidak ada.”

“Kalau begitu… Apa kamu bersedia untuk mendengarkan saranku?”

Tampaknya Nanase datang kemari dengan sebuah pendapat.

“Meskipun senpai mengusulkan kerja sama yang setara kepada Housen-kun, aku yakin dia akan menolak. Bahkan jika menemuinya secara langsung, kurasa hasilnya sama saja. Jadi, bagaimana kalau Horikita-senpai bernegosiasi denganku? Aku akan menjadi perwakilannya.”

“Dengan kata lain, Nanase-san yang akan menjadi pemimpin kelas? Tapi tanpa Housen-kun, tidak ada siswa lain yang akan mengikutimu, kan?”

“Itu hanya karena aku belum menyebut diriku sebagai pemimpin.”

Nanase membuat pernyataan yang tak terduga.

“Aku menilai cara berpikir dan tindakan Housen-kun itu membuat kelas tidak akan bisa bersaing dengan kelas lain di masa depan. Mungkin ini adalah rencana yang sulit, tapi sebelum pemikirannya itu menyebar luas, kuharap aku bisa menjadi pemimpin Kelas D tahun pertama. Demi meraih hal itu, aku ingin menjalin hubungan dengan Horikita-senpai dan Kelas D tahun kedua.”

Dengan kata lain, kami akan menjatuhkan Housen dari kekuasaannya saat ini, lalu Tsubasa Nanase akan menjadi pemimpin Kelas D tahun pertama.

Aku dan Horikita tidak pernah mengira bahwa Nanase akan mengusulkan ide semacam itu.

Seandainya rencana ini berhasil, kerja sama yang diinginkan Horikita akan dapat terwujud.

“Kami tidak bisa menilai pemimpin yang tepat antara Nanase-san dan Housen-kun karena tidak memiliki informasi yang cukup. Tapi aku bisa mengatakan satu hal, kami tidak punya banyak waktu.”

Ujian khusus (ujian tertulis) sudah hampir dekat. Kami tidak punya banyak waktu untuk membantu Nanase merebut kepemimpinan Kelas D tahun pertama.

“Banyak teman sekelasku yang tidak setuju dengan cara dan tindakan Housen-kun. Kemarin, aku juga membicarakan hal ini dengan mereka, ada tujuh siswa yang mau membantuku.”

“Mungkin saja itu karena mereka memiliki kemampuan akademik yang rendah, kan?”

“Ya, tapi tiga diantara mereka memiliki kemampuan akademik B.”

“Aku mengerti…”

Horikita memikirkannya sejenak. Meskipun tidak sempurna hanya dengan tiga orang, jika ada lebih dari ini sedikit, mungkin tidaklah buruk untuk bekerja sama dengan Nanase.

“Bukankah itu akan menjadi masalah jika Housen-kun mengetahuinya?”

“Tentu saja itu akan menjadi masalah besar. Jadi lebih baik kita merahasiakannya sebelum batas waktu untuk memilih pasangan berakhir. Dia tidak akan menyadarinya jika kita memutuskan pasangan di menit-menit terakhir.”

“Tapi kalau seperti itu, akan sulit bagi kami mendapatkan teman sekelasmu yang berbakat.”

Fakta bahwa siswa akademik tinggi yang menginginkan poin pribadi tidaklah berubah.

“Kita akan menebusnya. Siswa akademik rendah dapat menghindari hukuman tiga bulan dengan meminta bantuan dan membayar poin pribadi kepada Horikita-senpai. Dengan kata lain, saling membayar. Jika kita bisa mengumpulkan 200.000 poin pribadi, situasinya akan sedikit berubah. Aku tidak berpikir kita bisa mencapai 500.000 poin pribadi untuk satu orang, tapi kurasa itu masih dalam jangkauan.”

Dengan kata lain, kami akan merekrut siswa akademik tinggi dengan memberikan poin pribadi, tapi rencana ini sama saja seperti siswa Kelas 1D berkemampuan akademik rendah merekrut teman sekelasnya.

Intinya, kedua belah pihak sama-sama mengeluarkan poin pribadi.

“Rencana ini tidak akan beresiko untuk Horikita-senpai. Tentu saja Housen-kun akan marah setelah mengetahuinya, tapi aku akan bertanggung jawab untuk memastikan siswa yang bekerja sama dengan kita tidak akan berada dalam bahaya. Bagaimana menurutmu?”

“Itu… Tidak peduli seberapa besar keinginanmu untuk menjadi pemimpin kelas, aku merasa rencana ini terlalu membebanimu.”

“Aku baik-baik saja. Aku tidak ingin kehilangan kepercayaan dan kesempatan untuk mendapatkan bantuan dari Horikita-senpai.”

Baginya itu tidak masalah, asalkan teman sekelasnya terselamatkan.

Bagaimana Horikita akan menanggapi hal ini?

“Itu sudah cukup jelas. Aku ingin bekerja sama dengan Kelas D tahun pertama.”

“Ide yang bagus, kan?”

“Tidak, aku tidak bisa menerima idemu itu.”

“Tapi selain cara ini…”

“Masalah Kelas D tahun pertama dapat diselesaikan dengan membuat Housen-kun berpihak kepadamu. Jika Housen-kun menginstruksikan kerja sama dengan gratis, banyak siswa yang akan mengikutinya, kan? Bukankah kamu ingin menjadi pemimpin karena kamu tidak suka dengan cara dan tindakan Housen-kun yang sekarang?”

“Ya… Kurasa itu benar.”

“Kalau kamu dan Housen-kun saling berselisih, itu akan menghilangkan rasa persatuan, Kelas D tahun pertama akan terbagi menjadi dua fraksi. Aku tidak bisa membiarkanmu untuk melakukan itu. Jadi, bisakah kamu membantuku untuk mengubah pola pikirnya?”

Rupanya, Horikita juga menyadarinya melalui percakapan dengan Nanase.

Jika Housen menyerah dengan caranya sekarang, semua masalah akan terselesaikan.

“Ini taruhan yang berbahaya. Jika senpai gagal bernegosiasi, mungkin tidak akan ada kerja sama antara Kelas 1D dan Kelas 2D di masa depan.”

“Aku siap akan hal itu… tidak, tidak. Kurasa masih ada kesempatan untuk bekerja sama. Bukan hanya aku, aku yakin Housen-kun juga memikirkan hal yang sama.”

“Meskipun dia telah memperlakukan senpai dengan buruk melalui telepon kemarin?”

“Aku akan menganggapnya sebagai kebalikan dari niat baikku.”

Nanase menyetujuinya, mungkin karena dia mengerti apa yang ingin Horikita katakan.

“Hari ini, aku meluangkan waktu dengan Horikita-senpai dan Ayanokouji-senpai. Karena aku tidak salah dalam membaca situasinya.”

“Apa maksudmu? Apa karena aku menolak rencanamu?”

“Tidak, aku tidak merasa bahwa rencanaku ditolak. Malahan rencanaku dan Horikita-senpai sudah sejalan sejak awal.”

“Maksudmu… kamu juga berpikir untuk membujuknya?”

“Ya.”

Sepertinya ide Nanase untuk menjadi pemimpin itu adalah taruhan palsu.

Jika dia memilih untuk mengabaikan masa depan Kelas D tahun pertama hanya demi keuntungan jangka pendek, dia tidak akan bekerja sama dengan Horikita.

“Kita tidak punya banyak waktu seperti yang Horikita-senpai katakan sebelumnya, kita tidak akan bisa bergerak maju jika tidak ada kesempatan untuk bernegosiasi, jadi kita harus sedikit agresif. Tolong izinkan aku untuk mengatur pertemuan selanjutnya, Horikita-senpai. Aku pasti akan membawa Housen-kun pada hari Minggu.”

Nanase membungkuk untuk meminta persetujuan Horikita, tampaknya rencana baru ini tidaklah palsu.

Jika menunggu hari Minggu tiba, waktu yang tersisa akan semakin berkurang.

Horikita menatapku dengan bermaksud untuk meminta konfirmasiku.

Aku mengangguk setuju untuk menghilangkan keraguan Horikita.

“Baiklah, aku akan mempercayakannya padamu. Aku menantikan pertemuan dengan Housen-kun di hari Minggu.”

“Ya… Terima kasih. Tapi aku ingin menghindari tempat yang mencolok. Tergantung situasinya, ada kemungkinan terjadi tindakan yang tidak terduga.”

“Mungkin leboh baik di karaoke. Jika Housen-kun bersedia, kita bisa bertemu disana pada malam harinya.”

Memang benar resiko terlihat orang lain akan berkurang pada malam hari.

“Baiklah. Aku akan mengabarimu saat itu.”

Saat pembicaraan berakhir, ponsel Horikita berdering.

Horikita menghela nafas setelah membaca pesan di ponselnya.

“Ada apa?”

“Sudah waktunya untuk belajar kelompok. Kurasa itu tidak akan berjalan tapa kehadiranku.”

Setelah dilihat, ternyata waktu pada hari ini sudah menunjukkan pukul 05.30.

“Ini adalah kesepakatan yang bagus, bisakah aku memintamu untuk mengurus sisanya?”

“Baiklah.”

Horikita mengangguk ringan kepada Nanase dan bergegas pergi untuk bergabung dalam sesi belajar kelompok dengan teman sekelas.

Horikita yang memperhatikan seluruh siswa di kelas, harus bergerak kemana-mana.

“Horikita-senpai benar-benar sibuk.”

“Itu merupakan bagian dari pekerjaannya untuk menyatukan siswa di kelas.”

“Aku berharap tahun depan aku bisa menjadi seseorang yang sehebat dia…”

“Horikita memang tidak menanyakannya secara detail kepadamu, tapi bagaimana kau akan meyakinkan Housen?”

“Itu… Aku tidak keberatan untuk menjawabnya, tapi tolong beritahu aku tentang dirimu, Ayanokouji-senpai.”

“Tentang aku?”

Saat ini matahari mulai terbenam dan dunia bersinar dengan warna oranye.

“Horikita-senpai adalah pemimpin kelas. Tapi Ayanokouji-senpai berbeda, kan?”

Memang benar, Nanase tidak tahu apakah aku pantas untuk berada disini.

Jika aku berkata bahwa aku dipaksa ikut, mungkin Nanase hanya akan terdiam.

“Senpai… Kamu itu orang yang seperti apa?”

Nanase meletakkan tangannya di atas meja dan menunjukkan profilnya.

Tampaknya itu merupakan langkah untuk mencegah orang lain selain aku membaca gerakan wajah dan mulut.

Namun aku tidak memberi jawaban.

“Maukah senpai memberitahuku?”

“Tampaknya yang ingin kau ketahui itu tidak berhubungan dengan posisiku di kelas.”

Sesuatu yang berbeda. Dia ingin mengetahui tipe orang yang seperti apa aku ini.

“Ya. Kupikir Ayanokouji-senpai adalah orang yang jahat dan kotor.”

Itu adalah ucapan yang berani dengan keinginan yang kuat.

Kemudian tanpa merasa ragu sedikitpun, Nanase menatap langsung ke arah wajahku seolah-olah bertentangan dengan perkataannya. Aku tidak tahu apa salahku hingga dilihat seperti itu.

Kami sudah beberapa kali melakukan kontak dengan sedikit informasi, seperti informasi yang secara pribadi yang dapat kurasakan. Aku tidak ingat pernah untuk berbuat jahat, meskipun itu masalah kompabilitas.

Mungkin Nanase adalah orang dari fasilitas tersebut. Ada alasan untuk berpikir demikian.

Meskipun mengeluarkanku dari sekolah adalah perintah yang penting, itu tidak akan berhasil. Aku yakin dia menerima perintah untuk berhubungan dekat dan mengamati seseorang bernama Ayanokouji Kiyotaka. Aku berpikir kalau dia bukan hanya ingin mengeluarkanku dari sekolah, dia juga ingin membuktikan keunggulannya. Tidak, jika hanya begitu dia tidak akan bisa meyakinkan orang itu.

Aku akan berpikiran bahwa dia harus mengeluarkan Ayanokouji Kiyotaka dari sekolah. Tapi sebagai sesama siswa White Room, dia mungkin memiliki tujuan yang berbeda.

“Sejauh ini, kamu terlihat seperti orang biasa, Ayanokouji-senpai.”

“Jadi itu berarti, kau menganggapku sebagai orang yang tidak biasa?”

“Tidak… Bukan begitu.”

Nanase membantahnya, tapi aku sedikit meragukan dia.

Aku dan Nanase telah bertemu sebanyak empat kali, tapi dia selalu melihatku dengan tatapan yang aneh sepanjang waktu. Aku merasa ingin mengatakan disisi mana Nanase berada, tapi tanggapannya segera lenyap.

“Maaf, aku melupakannya. Hal yang penting sekarang adalah.. apa kita bisa bekerja sama atau tidak.”

Kemudian kami berdiri dan pergi meninggalkan perpustakaan.

Sebelum berpisah, aku mengingat pertanyaan yang ingin kuajukan pada Nanase.

“Ngomong-ngomong, Nanase pernah berkata sebelumnya bahwa poin pribadi yang tidak akan diterima selama tiga bulan adalah 240.000 poin. Kenapa kau berpikiran begitu?”

Ketika aku menanyakan hal itu, ekspresi wajah Nanase terlihat seperti biasa, tidak sama dengan sebelumnya.

“Kenapa!? Tentu saja aku menghitungnya, jika menyimpan 800 poin kelas yang diberikan sejak masuk sekolah selama tiga bulan, siswa akan mendapatkan 240.000 poin pribadi…”

Nanase tampak keheranan.

Sepertinya siswa baru tahun ini, memulai kehidupan sekolah yang berbeda dengan tahun sebelumnya.

“Pada tahun lalu, poin kelas yang diberikan kepada kami adalah 1.000 poin.”

“Eh? Itu berarti ada kesenjangan 200 poin?”

“Tampaknya begitu. Bagaimana dengan Kelas 1A dan Kelas 1B?”

“Aku dengar dari Shiba-sensei, mereka juga menerima 800 poin kelas.”

Kalau memang begitu, kenapa tidak ada pemberitahuan? Jika siswa baru tahun ini menyadari bahwa poin kelas yang diberikan lebih sedikit daripada siswa baru tahun lalu, mereka akan merasa itu sedikit tidak adil. 80.000 poin pribadi merupakan jumlah uang yang besar, apa mereka tidak memperhatikan hal itu? Tidak, jika itu masalahnya, mereka pasti sudah diberitahukan sejak awal. Karena lebih baik memberitahu siswa terlebih dahulu sebelum siswa menyuarakan ketidakpuasan di kemudian hari.

Aku menyadari ada hal lain yang berbeda dengan tahun lalu.

“Apa kau tahu bahwa sikap dan perilaku siswa sehari-hari mempengaruhi poin kelas mereka?”

“Aku tahu. Terlambat, absen atau berbicara selama pejaran dikelas akan berdampak pada poin kelas.”

Aku yakin yang mengatakan itu adalah Shiba-sensei, Wali Kelas D tahun pertama.

Peraturan sekolah sudah tertanam didalam kepalaku, begitulah kupikir.

Apa mungkin pihak sekolah telah mempertimbangkan poin kelas setelah bulan Mei dengan memberitahukan aturan sejak awal dengan syarat pengurangan poin kelas? Bahkan jika pihak sekolah menyembunyikannya, siswa akan segera mengetahui pentingnya kontribusi sosial di OAA dan mulai berhati-hati.

Aku mencoba untuk meyakinkannya, tapi Nanase sedikit memikirkannya.

Sesaat, dia menunjukkan wajah yang tampak seperti mengetahui sesuatu, tapi itu segera menghilang.

Dia melakukan sedikit pergerakan kecil. Aku mengetahuinya karena sudah beberapa kali bertemu dengannya.

Tapi karena Nanase tidak mengungkapkannya, aku akan menahan diri untuk tidak menanyakannya.

Kami jalan berdampingan meninggalkan perpustakaan sampai ke pintu masuk.

“Kalau begitu aku permisi, senpai.”

“Nanase, terima kasih sudah memberitahuku mengenai poin kelasmu. Ngomong-ngomong, apa kau pernah mendengar sesuatu tentang poin perlindungan?”

Saat kami akan berpisah, aku menghentikan Nanase dengan memberinya pertanyaan itu.

“Poin perlindungan? Aku belum pernah mendengarnya.”

“Siswa yang memiliki poin perlindungan ini akan bisa bertahan di sekolah ini meskipun mereka menerima hukuman drop out. Tidak mengherankan jika kau tidak mengetahuinya karena tidak banyak siswa kelas dua yang memilikinya.”

“Jadi begitu… Tapi kenapa senpai memberitahukannya kepadaku?”

“Aku menerima informasi darimu. Jadi lebih baik aku juga memberimu sebuah informasi.”

Setelah mengatakan itu, aku berpisah dengan Nanase.

Aku memutuskan untuk menguji kemampuan Nanase dengan memanfaatkan cerita tersebut.

[Tl note : cerita mengenai poin perlindungan]

***

Butuh waktu yang cukup lama, tapi berkat kerja sama dari Nanase, mereka telah memutuskan untuk bernegosiasi dengan Housen walaupun secara paksa. Situasi ini tidak bisa kami prediksi sama sekali, tapi ini merupakan langkah yang pasti untuk bergerak maju.

Sebelum jam 6 malam, bel kamarku berbunyi.

Mungkin Kei baru saja kembali ke asrama, karena dia masih mengenakan seragam sekolahnya.

“Aku sedikit khawatir terlihat oleh orang-orang yang keluar masuk saat ini. Jadi aku datang kemari dengan menaiki tangga.”

Tidak banyak siswa perempuan yang datang sendirian ke kamar siswa laki-laki dan menetap di sana untuk waktu yang lama.

Itu tidak akan sering terjadi kecuali mereka adalah sepasang kekasih.

“Kalau begitu kita akan segera memulainya.”

“Ah! Bisakah kamu menunggu sebentar lagi?”

Kei tidak mencoba untuk mengeluarkan alat tulis dan buku pelajarannya, sebaliknya.. dia mengajakku untuk mengobrol.

Tapi sekarang waktu sangat terbatas. Jika kami tidak segera memulainya, waktu yang bisa digunakan untuk belajar akan semakin sedikit.

“Jika aku menilai tidak ada masalah dengan kemampuan akademikmu, aku bersedia untuk menemanimu dengan obrolan apa pun, Kei.”

“Huuh…”

“Pertama-tama, kita perlu mencari tahu bidang yang kau kuasai dan tidak kau kuasai.”

“Bagaimana kamu akan menentukannya?”

“Seperti ini.”

Aku mengambil lima kertas ujian. Ini dibuat Keisei agar bisa memeriksa kelemahan mereka yang berada dalam grup Ayanokouji. Ini cukup praktis karena menghemat waktu untuk memilih sejumlah pertanyaan. Kertas ujian ini juga dibagikan dalam belajar kelompok Horikita dan Yousuke.

“Sebagian besar teman sekelas kita sudah mengerjakan soal ini.”

“Oh…”

“Batas waktunya untuk masing-masing kertas ujian adalah 10 menit. Ayo kita mulai.”

“Yaa~”

Kei mulai mengerjakan ujian dengan respons yang kurang menyenangkan.

50 menit kemudian, Kei merebahkan tubuhnya ke atas meja.

“Aku lelaaaah…!”

“Tidak apa-apa, kau harus bisa berkonsentrasi dalam ujian yang sebenarnya.”

“Mau bagaimana lagi, hari ini aku sudah belajar seharian, tidak mudah bagiku untuk bisa bersemangat.”

Aku segera menilai hasil jawaban Kei sambil mendengarkan ceritanya itu.

“Aku sudah memahami dengan baik kemampuanmu, Kei.”

“Jadi bagaimana menurutmu?”

Dia melihatku dengan mata seperti harapan dan kecemasan bercampur menjadi satu, mungkin itu karena dia tidak mengetahui kemampuannya.

“Sudah kuputuskan, mulai besok kamu akan bergabung dengan kelompok belajar Yousuke.”

“Eeeeh!”

“Jangan mengeluh. Jika kau tidak belajar dengan serius, kau bisa saja dikeluarkan dari sekolah.”

“Ta-tapi, pasanganku adalah Shimazaki-san Kelas B tahun pertama. Bukankah seharusnya aku baik-baik saja?”

“Untuk lulus ujian khusus ini, kau membutuhkan nilai 501 poin. Dengan kemampuan akademik Kei, kau akan mendapatkan nilai sekitar 200 poin dan Shimazaki sekitar 350 poin. Berarti total nilainya 550 poin, itu masih dari kata aman. Dan seandainya Shimazaki tidak suka belajar sepertimu, ada kemungkinan dia akan mendapatkan nilai 300 poin arau lebih rendah.”

Jika itu terjadi, ada peluang mereka akan mendapatkan nilai dibawah 500 poin.

“Tiba-tiba aku merasa takut…”

“Jadi karena itulah, penting bagimu untuk mempersiapkan situasi yang bisa membuatmu mendapatkan nilai 250 poin.”

Jika dia belajar dengan giat, dia bisa mencetak nilai segitu meskipun kemampuan akademiknya D+.

“Aku punya sedikit pertanyaan.”

“Pertanyaan?”

“Kamu mencoba untuk mengajariku, tapi bukankah kemampuan akademik Kiyotaka adalah C? Itu terlalu biasa. Sebenarnya… Kamu bisa mendapatkan lebih dari itu, kan?”

“Begitulah.”

“Dan kemampuan fisikmu juga tinggi, jadi kenapa kamu menyembunyikan kemampuanmu yang sebenarnya?”

“Aku tidak ingin terlihat menonjol, jadi aku tidak memaksakan diriku untuk mencetak nilai seperti itu.”,

“Kalau memang seperti itu, berapa banyak nilai yang bisa kamu dapatkan sendainya kamu serius?”

“Entahlah.”

“Jangan membodohiku, beritahu aku~!”

Dia mendorong pundakku untuk menanyakan hal itu dengan senyum yang sedikit kasar.

“Aku akan memberitahumu kalau besok kau bersedia datang ke dalam sesi belajar kelompok.”

“Baiklah, karena aku merasa pembicaraab hari ini cukup berbahaya.”

“Terlepas dari berapa banyak nilai yang bisa kudapatkan, aku sudah memutuskan untuk mendapatkan nilai sebanyak yang kuinginkan.”

“A-apa-apaan itu? Kamu mengatakan sesuatu yang tidak biasa.”

Total ujian khusus ini adalah 5 mata pelajaran. Aku akan bersaing dengan Horikita dalam satu mata pelajaran, jadi aku tidak perlu berlebihan untuk 4 mata pelajaran yang lain.",

Tspi jika aku melakukan yang terbaik disemua mata pelajaran, penilaian diriku di matanorang lain akan berubah drastis.

“400 poin.”

“Apa kamu serius…? Kalau tidak salah 400 poin itu…”

“Setara dengan Kemampuan Akademik A.”

Di Kelas 2D, hanya ada beberapa siswa yang pintar. Seperti Horikita dan Keisei yang akan mencapai hasil seperti itu.

Lebih tepatnya hampir mendekati nilai 400 poin, tapi tidak perlu sampai mengkoreksinya.

“K-kamu pikir hanya dengan berkata begitu, kamu bisa mendapatkannya?”

“Itu wajar bagiku karena sejak masuk sekolah ini, aku belum menemukan soal ujian yang sulit untuk diselesaikan.”

Aku tidak tahu seberapa sulit ujian yang ada, tapi ini adalah tempat yang lebih baik untuk belajar daripada White Room.

Ketika melihat Kei gagal paham, aku membawanya kembali ke dalam kenyataan.

“Aku harap kau bisa fokus untuk belajar karena aku bisa mengetahui segala sesuatu yang beresiko.”

“Ya… Mungkin aku harus belajar sedikit sebelum pergi dari sini.”

Saat ini waktu masih jam 7 malam. Tidak ada salahnya untuk belajar selama satu jam.

Mungkin adargunanya jika besok aku memberitahu situasinya kepada Yousuke.

“Aku mengerti. Kalau begitu ayo segera kita mulai.”

“Kemarilah.”

“Ada apa?”

Ketika aku akan duduk berhadapan dengan Kei, dia memukul lantai disebelahnya dengan telapak tangannya.

“Ajari aku dari sini.”

***

Sekitar satu jam setelah itu.

Aku membantu Kei belajar di kamarku.

Pada dasarnya pemahaman Kei cukup bagus, fakta bahwa dia belum serius belajar sejauh ini memberiku kesan kalau itulah hambatan dia yang sebenarnya. Tapi aku tidak berani memberitahunya.

Dia tidak perlu khawatir jika dia hanya melarikan diri dari belajar ketika masih muda. Tapi dalam kasus Kei, dia tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak karena masalah di SMP.

Dia tidak mengetahui dasar-dasar pelajaran di SMP, itulah sebabnya dia mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran di SMA.

Jika dipertimbangkan dari hal itu, bisa kukatakan dia baik-baik saja.

Keputusan yang tepat untuk memberinya panduan dan bimbingan.

Jika dia tidak merasa belajar itu hal yang merepotkan, dia mungkin bisa berkembang seperti Sudou.

“Eh!?”

“Ada apa?”

Kei tiba-tiba menatapi lantai.

Setelah menatap lantai selama beberapa detik, dia mengulurkan tangannya dan memungut sesuatu dilantai.

Kukira ada debu atau kotoran, tapi ternyata…

“Ini… Apa ini?”

Kei bertanya kepadaku sambil menunjukkan sesuatu yang ada di antara jari telunjuk dan jari jempol tangannya.

Sesuatu itu adalah rambut panjang berwarna kemerahan.

“Rambut…”

Setelah mengatakan apa yang kupikirkan, ekspresi wajah Kei berubah, wajahnya terlihat seperti setan.

“Rambut berwarna merah! Danjuga rambut panjang! Ini seperti rambut seorang gadis!”

Benar. Dilihat secara fisik, tidak mungkin itu adalah rambutku.

Kualitas rambutnya benar-benar berbeda. Si pemilik rambut terlintas di benakku. Tidak salah lagi, pemilik rambut ini adalah orang yang makan disini kemarin, Amasawa Ichika.

“Siapa yang kamu bawa masuk?”

Kei bertanya apakah itu orang yang berkepentingan, seperti teman sekelas.

“Apa ini yang dimaksud dengan cemburu…?”

“Ini masalah! Aku adalah pacar Kiyotaka! Aku punya hak untuk mengawasi!”

Aku belum pernah mendengar hal ini sebelumnya.

Tapi berkat itu aku mempelajari sesuatu. Setelah mengundang gadis ke kamar, aku tidak boleh lupa membersihkan kamarku secara menyeluruh.

Aku mempelajari sesuatu, tapi bencana masih berlanjut. Selagi aku masih mengkhawatirkan cara yang tepat untuk memberinya penjelasan, bell kamarku berbunyi dan layar monitor menampilkan lobi.

Kei melihat layar monitor untuk mengetahui orang yang ada di sana.

Di sana, ada Amasawa yang tersenyum dan melambaikan tangannya.

Orang pertama yang merespons bukanlah aku, melainkan Kei dengan menggenggam kuat rambut merah ditangannya.

“Rambut merah, gadis asing…”

Dia seperti mencoba memecahkan misteri anak-anak.

Jari telunjuk Kei menerobos sebelum aku menekan tombol panggilan.

“Ya!”

Kei menjawab dengan murka, tentu saja Amasawa menunjukkan wajah yang keheranan.

“Eh? Kamar 401 adalah kamar Ayanokouji-senpai… kan?”

Aku terpaksa mengambil tindakan dengan menarik lengan Kei.

“Maaf, ini aku. Ada perlu apa?”

Kunjungan ini sungguh tidak terduga, aku tidak bisa membiarkan Kei yang menanganinya. Selain Amasawa, masalah lainnya adalah aku dan Kei berdiri di depan lobi yang dilalui oleh banyak orang.

“Oh, ada tamu, ya? Haruskah aku datang di lain waktu? Aku kemari karena ada sesuatu yang ingin kubicarakan.”

Meskipun Kei menatap dengan tajam, dia membuat gerakan untuk membiarkan Amasawa masuk tanpa menyuruh untuk pergi.

Sepertinya Kei ingin memastikan apakah Amasawa benar-benar pemilik rambut itu.

“Tidak, tidak apa-apa. Masuklah.”

Aku menekan tombol pelepas gembok, lalu membawa Amasawa masuk ke dalam.

“Apa kau yakin? Siswa lain akan mengetahui keberadaanmu di sini.”

“Ah…”

Sepertinya kemarahan Kei membuatnya lupa akan hal itu. Kei berkata bahwa dia masih menyembunyikan hubungan kami.

Jika sampai ketahuan, ada kemungkinan gosip akan segera menyebar.

“Ini sudah terlambat. Aku tidak pilihan selain menipunya dengan baik.”

Suara Kei sudah terdengar sekali, jadi tidak ada gunanya untuk menyuruh dia pergi.

Sebaliknya, kami harus berusaha untuk tidak membuat spekulasi yang aneh.

Dalam waktu sekitar satu menit, Amasawa tiba dilantai empat, kemudian bell diruangan depan berbunyi.

“Aku akan membiarkannya masuk, jadi kau tunggu saja di sini dan duduk dengan tenang.”

“A-aku mengerti…”

Aku membuka pintu dan menyambut kedatangan Amasawa.

“Maaf karena aku datang tiba-tiba, Ayanokouji-senpai.”

Dengan menunjukkan raut muka seperti itu, Amasawa melihat dengan teliti sepatu yang ada dipintu depan.

Perilakunya ini, entah kenapa memiliki tatapan yang feminim.

“Pacarmu?”

Dia tertawa dan langsung bertanya begitu.

“Apa ada yang kau inginkan?”

“Aku tidak bisa menemukannya. Mungkin aku menjatuhkannya dikamarmu senpai.”

“Ada yang ketinggalan?”

“Ikat rambut favoritku, aku tidak bisa menemukannya dimanapun…”

Jadi dia datang ke kamarku karena baru menyadari kehilangan sesuatu.

“Kalau begitu masuklah.”

Aku tidak bisa membuatnya menunggu dan berdiri terlalu lama, jadi aku membiarkan dia untuk masuk.

Aku berpikir masalah ini akan lebih cepat selesai dengan membiarkan Amasawa menjelaskannya secara langsung daripada membuat alasan tentang rambut tersebut.

“Permisi.”

Amasawa masuk kedalam kamarku tanpa khawatir bahwa aku memiliki pengunjung. Dia masih membawa tas tangannya, mungkin dia baru saja kembali dari sekolah. Kemudian dia bertemu dengan Kei yang telah menunggu sambil duduk dengan tenang.

“Ah! Salam kenal, aku Amasawa Ichika.”

“Salam kenal.”

Meskipun wajah Kei jelas terlihat marah, tapi dia masih bisa menahan amarahnya.

“Kamu senpai, kan? Kalau boleh tahu, siapa namamu?”

“…Karuizawa Kei.”

“Karuizawa-senpai? Ah! Kurasa kalian sedang belajar bersama, apa mungkin kamu pacarnya? Barusan Ayanokouji-senpai terlihat terganggu, jadi aku ingin mengetahinya.”

Dia memiliki bakat untuk menanyakan suatu hal yang ingin diketahuinya tanpa ragu sedikitpun.

“Itu bukan urusanmu! Apa hubunganmu dengan Kiyotaka?”

Sikap Kei yang menyebut nama depanku, secara alami membuat Amasawa melihat ke dalam ruangan sambil menyadari sesuatu.

“Tunggu sebentar. Sebelum aku menjawabnya, aku ingin mencari pita rambutku. Aku tidak melihatnya dimanapun, aku yakin tertinggal di ruangan ini. Yah… Mungkin jatuh disuatu tempat.”

Amasawa mengatakan itu tanpa terganggu sedikitpun dengan tatapan Kei, lalu dia berlutut untuk melihat ke bawah tempat tidur. Secara alami, pantatnya akan terangkat ke atas.

“Ah… Senpai. Mungkin aku terlihat sedikit nakal.”

Dia memberiku tatapan yang seolah-olah berbunyi Aku melakukannya dengan sengaja.

Hal itu membuat otak Kei bereaksi dengan cepat, dan mengarahkan pandangannya kepadaku.

“Aku juga akan mencarinya.”

Pertama, aku akan mencari ikat rambut tersebut di bawah tempat tidur.

“Hei! Jangan abaikan aku. Jawab pertanyaanku.”

“Yah, bagaimana aku harus mengatakannya… Bagiku Ayanokouji-senpai itu… Koki spesial?”

“Hah? Apa maksudmu itu?”

Kei yang tidak bisa memahaminya, kembali menatapku dengan wajah tegas.

“Dia adalah pasangan Sudou. Aku baru mengenalnya dan menghidangkan masakan untuknya.”

“Maaf. Aku tidak mengerti sama sekali. Kenapa kamu memasak untuk pasangan Sudou?”

Tidak mengherankan jika dia tidak memahaminya, karena dia hanya mendengarkan garis besarnya.

Aku mencari ikat rambut dibawah tempat tidur sembari menjelaskannya lagi dan lagi kepada Kei.

“Sebaiknya aku juga mencari didapur, mungkin aku melepasnya ketika sedang mencuci piring. Senpai teruskan saja mencari disini, mungkin ada dibawah lemari.”

“Baiklah.”

Karena tidak menemukannya dibawah tempat tidur, kali ini aku mulai mencari dibawah lemari.

“Tunggu… Ikat rambut elastis… Apa maksudnya itu?”

Kei diam-diam bertanya kepadaku.

“Sudah kubilang, Amasawa datang kemari hanya untuk mencicipi masakan yang kuhidangkan kepadanya.”

“Apa semua itu benar?”

“Tentu saja.”

“…Benarkah?”

Bahkan jika aku menjelaskannya, sepertinya dia tidak akan begitu mudah percaya dengan perkataanku.

“Aku mengkonfirmasinya dari gadis itu.”

Aku meraih lengan Kei yang mencoba untuk berdiri.

Dan dengan cepat aku menempelkan jari telunjukku di bibirnya untuk membuatnya diam.

Jika Kei yang biasanya, dia tidak akan membuat keributan disaat seperti ini.

“Kau juga ikut bantu mencarinya disekitar sini.”

“B-baiklah.”

Meskipun dia tidak memahami niatku, dia membantu pencarian seolah-olah menyadari sesuatu yang penting.

“Ah! Aku menemukannya, Ayanokouji-senpai.”

Suara Amasawa terdengar dari dapur.

Disaat yang bersamaan aku dan Kei melihat ke arah dapur, Amasawa menunjukkan ikat rambut yang ada ditangannya.

“Sepertinya terjatuh dekat di kulkas dapur ini.”

Amasawa tersenyum bahagia, lalu dia menyimpan ikat rambut itu kedalam sakunya.

“Sepertinya aku mengganggu kalian, lebih baik aku segera kembali.”

“Maafkan aku. Aku tidak menyadarinya sama sekali.”

“Tidak, itu salahku sendiri karena melupakannya. Akulah yang seharusnya minta maaf.”

Amasawa segera memegang tasnya dan mengenakan sepatu dipintu masuk.

“Aku tidak bisa lagi menemui senpai. Tapi aku tidak menyangka senpai memiliki pacar yang sangat cantik.”

Setelah mengatakan itu, Amasawa meletakkan jari telunjuk di pipinya seolah-olah memikirkan sesuatu.

“Itu dia. Sepertinya di lain waktu tidak baik bagi kita untuk memasak hanya berduaan saja.”

“Tentu saja!”

“Kalau begitu, lain kali Karuizawa-senpai juga akan ikut makan bersama. Jadi, sampai jumpa.”

Amasawa bagaikan badai, datang dan pergi begitu saja.

“Kamu sepertinya sudah mengenal dengan baik kohai yang cantik ya, Kiyotaka.”

“Apapun yang kukatakan kepadamu sekarang, kurasa kau tidak akan mendengarkannya.”

Suasana belajar mengajar hilang begitu saja, namun aku berulang kali menjelaskan kejadian yang sebenarnya sampai Kei puas.

***

Jum’at telah berlalu dan kini memasuki hari Sabtu, akhirnya hari libur pun tiba.

Selama lima hari dalam seminggu ini, aku mendapatkan banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan junior karena ujian khusus. Setelah bertemu dengan Amasawa Kelas 1A, dia memberi tantangan memasak untuk membuatnya mau berpasangan dengan Sudou. Kemudian berdiskusi tentang sebuah kesepakatan dengan Nanase Kelas 1D. Sedangkan teman sekelasku yang lain yaitu Kushida, memulai kerja sama dengan Yagami Kelas 1B dan memperkenalkan siswa Kelas 1B kepada siswa Kelas 2D, untuk menjadi pasangan Kei dan siswa Kelas 2D yang lain. Keputusan ujian khusus akan bergantung pada sudut pandang kami, tapi mungkin ini lebih signifikan dalam arti pertukaran antara tahun ajaran.

Baik senpai maupun kohai, kini telah saling mengenal wajah dan mengetahui nama serta nilai masing-masing.

Dan aku telah mendapatkan informasi masing-masing kelas tahun pertama.

Kelas 1A saat ini masih belum memiliki pemimpin yang jelas, dan masing-masing dari mereka memiliki kesan yang kuat untuk bebas bertindak. Salah satu alasannya yaitu karena seluruh siswa di kelas memiliki kemampuan akademik yang tinggi. Mengingat bahwa itu Kelas A, wajat bila mereka memiliki siswa akademik B ke atas dibanding kelas lainnya. Tapi kebanyakan siswa akademik tinggi bernegosiasi secara individu, dan membuat kesepakatan melalui transfer poin yang mereka terima dari Kelas 2A dan Kelas 2C. Dan ada pula siswa akademik D yang unggul dalam bidang lain direkrut oleh Kelas 2A. 34 dari 40 orang di Kelas 1A telah membentuk pasangan.

Kelas 1B juga sama seperti Kelas 1A, mereka juga belum memiliki pemimpin yang jelas. Dan para siswa akademik tinggi menjual kemampuannya mereka dan satu demi satu sudah memiliki pasangan. Bedanya, kebanyakan dari mereka berpasangan dengan Kelas 2C dibanding Kelas 2A. Apa itu karena Ryuuen memberi jumlah poin yang lebih besar dari Sakayanagi? Saat ini rinciannya belum diketahui. Tapi yang jelas, 33 dari 40 orang di Kelas 1B telah membentuk pasangan.

Kelas 1D dipimpin oleh Housen sejak awal dengan kekerasan. Metodenya hampir sama dengan Ryuuen tahun lalu. Tapi yang mengkhawatirkan.. itu adalah kelas yang paling sedikit memiliki pasangan dibanding kelas lainnya. Aku akan segera mengetahui hal itu dalam pertemuan pada hari Minggu.

Terakhir, Kelas 1C. Dalam seminggu terakhir, aku tidak pernah terlibat dengan kelas ini. Aku memang sudah mengingat nama-nama siswanya, tapi Horikita belum melakukan interaksi dengan Kelas 1C. Apa alasannya? Salah satu alasannya adalah kebanyakan siswa Kelas 1C memutuskan untuk bekerja sama dengan Kelas 2B setelah menghadiri pertemuan pertukaran yang dipimpin oleh Ichinose. Sisanya, 10 orang belum memutuskan pasangan mereka, tapi tidak satupun dari mereka yang memiliki kemampuan akademik D ke bawah. Dengan kata lain, kesepuluh orang itu berada dalam posisi yang aman. Mungkin ada siswa yang mengarahkan kelas dan menggunakan pertemuan pertukaran itu untuk menyelamatkan teman sekelasnya.

Pada sore harinya, aku membuka aplikasi OAA dan melihat daftar pasangan hari ini.

“Sudah ada 105 pasangan. Hampir 70%, ya?”

Jika melihat sejumlah siswa diperpustakaan kemarin, tampaknya sebagian besar siswa ingin memastikannya pada hari Minggu. Sepertinya Kelas 1D telah memulai pergerakan, sebanyak 8 orang telah membentuk pasangan. Apakah Housen sudah tidak sabar karena telah memasuki akhir pekan? Atau…

Yang jelas, siswa yang belum memutuskan pasangan adalah 55 orang di tahun pertama dan 52 orang di tahun kedua.

Kemungkinan adanya siswa White diantara 55 orang itu cukup tinggi.

Sejujurnya, tidak ada jaminan aku tidak akan memilih siswa White Room.

Tentu saja alasannya karena dia tidak mengeluarkan sedikitpun tanda-tanda keberadaannya. Aku berharap bisa menemukan petunjuk disuatu tempat, tapi batas waktunya sudah semakin dekat. Aku harus membuat keputusan sebelum pilihannya berkurang lebih jauh.

Meskipun negosiasi dengan Kelas 1D sudah semakin dekat, aku ingin menawarkan pilihan lain.

Pada sore ini, aku memutuskan pergi ke Keyaki Mall untuk memastikan kemungkinan itu.

***

Pada hari sabtu, Keyaki Mall dipenuhi oleh siswa.

Khususnya siswa yang sudah mendapatkan pasangan untuk ujian khusus, mereka tidak perlu lagi mengkhawatirkan hal itu sehingga bisa menghabiskan waktu untuk bersantai dan belajar dengan teman-teman mereka demi menghadapi ujian tertulis yang akan datang. Tidak semua siswa tahun pertama berinteraksi denganku, tapi ada beberapa siswa yang mendekatiku, mungkin siswa White Room bisa ditemukan diantara mereka. Tapi tidak ada tanda-tanda akan hal itu.

Satu-satunya cara untuk melakukan itu adalah berinteraksi dengan Nanase di perpustakaan. Mungkin sepanjang waktu ini, seseorang yang dekat dengan Tsukishiro telah mengajarinya untuk berprilaku seperti siswa. Tidak masalah bila itu tipe biasa atau tidak.

Dia benar-benar menyembunyikan identitasnya sebagai siswa White Room.

Tindakannya sedikit mirip dengan diriku setahun yang lalu, saat baru memasuki sekolah.

Kerugian dan kesalahan dibesarkan tanpa mengetahui dunia sama sekali.

Ketidaktahuan tentang sepeti apa siswa itu.

Aku tidak mempelajarinya, karena di White Room aku tidak perlu untuk pergi ke sekolah.

Itulah sebabnya aku memutuskan untuk membangun kepribadian lain.

Aku mencoba berbagai hal, seperti.. berbicara lebih sering dari biasanya dan mengubah nada bicaraku.

Aku menjadi siswa yang sedikit kurang ajar dengan cara pandang yang agak mengasyikkan.

Namun… Karena sulit untuk bertindak, aku segera kembali menjadi diriku yang asli.

Sebab aku mengerti bahwa aku masih bisa bergaul sebagai siswa disekolah ini tanpa harus menyembunyikan kepribadianku. Tapi, orang yang dikirim kali ini berbeda.

Dia pura-pura berprilaku sebagai siswa agar aku tidak menyadarinya. Aku tidak tahu apakah dia berperan sebagai siswa biasa atau siswa tanpa kepribadian. Aku khawatir itu tidak akan mudah dipecahkan.

Tidak peduli apakah dia laki-laki atau perempuan, aku tidak boleh meremehkannya karena dia berhasil selamat dari dunia itu.

Aku yakin dapat bersaing dengannya satu sama lain dalam keterampilan individu, tapi saat ini aku terpaksa bertahan, ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan. Dia bisa saja memaksaku keluar dari sekolah dengan cara apapun, karena itulah aku harus mengetahui strateginya dan mempersiapkan tindakan pencegahan.

Dalam perjalanan pulang, aku bertemu dengan Sakayanagi.

“Ayanokouji-kun, belakangan ini kamu terlibat aktif di kelasmu.”

“Aku hanya bekerja sama dengan Horikita untuk menemukan pasangan untuk Sudou dan Ike. Karena dalam ujian khusus ini, siswa dengan nilai rendah akan dikeluarkan dari sekolah.”

“Aku mengerti. Jika mereka tidak mendapatkan pasangan yang berbakat, mereka beresiko dikeluarkan dari sekolah.”

“Tapi, apa hanya itu saja?”

Meskipun Sakayanagi terlihat menerimanya, pembicaraan ini tampaknya belum berakhir.

“Apa maksudmu?”

“Siswa White Room… Atau seorang penjahat telah dikirim kemari dan berperan menjadi siswa kelas satu untuk mengeluarkan Ayanokouji-kun dari sekolah. Meskipun kamu mendapatkan nilai sempurna, jika pasanganmu mendapatkan nilai 0 poin, kamu dan pasanganmu akan dikeluarkan dari sekolah. Aku merasa ini adalah ujian yang merepotkan.”

Aku mencoba berpura-pura bodoh, tapi aku memahami ceritanya, tampaknya itu lebih dari sekedar pemikiran.

“Bukankah kamu ingin mempertahankan keseharianmu yang damai disekolah ini? Jika orang lain tertarik pada Ayanokouji-kun, mereka akan membiarkan kemampuanmu diketahui. Jika kamu ingin mempertahankannya, kamu akan selalu merasa khawatir.”

“Maka aku tidak perlu khawatir akan hal itu.”

“Bolehkah aku mendengar alasannya?”

“Aku akan membuang pemikiran lamaku. Aku tidak akan menahan diri lagi.”

Melanjutkan kehidupan sekolah disini adalah prioritas utama bagiku sekarang.

Jika aku masih bertindak setengah-setengah, mungkin aku akan dikeluarkan dari sekolah.

“Aku mengerti. Karena kamu sudah menunjukkan beberapa kemampuanmu pada orang-orang tertentu, termasuk Mashima-sensei, jadi akan lebih mudah bagimu untuk mengungkapkan semua kemampuanmu.”

Setelah mendengarkan perkataanku, Sakayanagi menanggapinya dengan gembira.

“Sekarang kita beralih ke topik utamanya. Jika kamu belum memutuskan pasangan, bisakah aku membantumu untuk menghemat waktu? Aku memiliki sedikit informasi mengenai siswa tahun pertama yang belum memutuskan pasangan. Mereka tidak akan memberi efek buruk untukmu, Ayanokouji-kun.”

Tampaknya hingga tahap ini, Sakayanagi sudah menyelidiki para siswa tahun pertama.

“Kau cukup baik hati. Tapi aku tidak membutuhkannya.”

“Apa kamu tidak percaya pada penilaianku?”

Aku sudah melihat situasi dimana aku harus membuat keputusan.

“Aku mengakui kemampuanmu. Tapi aku akan memutuskan nasibku sendiri.”

Jika aku dikeluarkan setelah menyerahkan keputusan untuk diriku kepada orang lain, aku hanya akan menyesalinya.

“Lagipula aku sudah menetapkan kebijakan untuk bertarung hingga batas tertentu.”

“Begitukah? Kalau begitu, aku akan berhenti mengatakan hal yang tidak perlu. Aku akan melihat pertarungan Ayanokouji-kun dari kejauhan. Aku akan menantikan pertandingan ulang kita dilain waktu.”

Kemudian Sakayanagi menundukkan kepalanya dan pergi dari hadapanku. Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan dikeluarkan dari sekolah. Dalam arti tertentu, aku memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

***

Ketika aku dalam perjalanan pulang dari Keyaki Mall, terdengar suara seseorang memanggilku dari belakang.

“Um, bisa bicara sebentar?”

Ketika aku melihat kebelakang, ada seorang pria dan wanita yang menatapku. Wanita itu mengarahkan pandangannya antara aku dan ponselnya… Dia adalah Tsubaki Sakurako. Dan yang pria adalah Utomiya Riku, mereka berdua berada di kelas yang sama, Kelas C tahun pertama.

“Siswa Kelas D tahun kedua… Ayanokouji-senpai, kan?”

Aku tidak bisa melihat layar ponselnya, tapi dia sepertinya sedang membuka aplikasi OAA.

“Namaku Utomiya dan dia adalah Tsubaki. Apa kita bisa membicarakan tentang pasangan sebentar?”

“Pasangan?”

“Ya. Sekarang aku sedang mencari senpai berkemampuan akademik C atau lebih tinggi yang mau bekerja sama.”

Perkembangan situasi ini terlalu tiba-tiba, dia seolah-olah menungguku dengan alasan mencari pasangan.

Apa aku harus mempertimbangkan orang yang berinteraksi secara terang-terangan adalah orang yang berbahaya? Atau sebaliknya?

Tidak, malah akan lebih berbahaya untuk menebak hanya berdasarkan itu saja.

“Aku juga kesulitan dalam mencari pasangan. Bolehkah aku bertanya padamu?”

Aplikasi OAA menampilkan wajah, nama dan nilai siswa, tapi tidak dengan kepribadian mereka. Itu sebabnya kami harus menilainya sendiri dengan bertemu dan berbicara secara langsung untuk membangun rasa saling percaya.

Meskipun Utomiya sudah memiliki pasangan, tapi Tsubaki belum memilikinya, ini kebetulan

Kemampuan akademiknya kurang lebih C, jadi dia harus berpasangan dengan siswa tahun kedua yang memiliki kemampuan akademik C atau lebih tinggi. Mereka sepertinya sedang mencari siswa tersebut. Tapi.. apa pasangan itu untuk Tsubaki? Atau teman sekelas mereka yang lain?

“Tidak baik bicara sambil berdiri, bagaimana kalau kita pindah ke kafe?”

Utomiya mengajukan saran dengan kata-kata sopan.

Jelas ini bukan sesuatu yang bisa diputuskan dalam waktu satu atau dua menit, jadi aku menerima sarannya untuk pindah tempat.

Meskipun kafe dikerumuni banyak orang, kami mendapatkan meja kosong disudut ruangan.

“Langsung saja ke intinya, bisakah kau mengatakannya?”

Utomiya mengalihkan pandangannya ke arah Tsubaki dan memberi isyarat padanya untuk berbicara.

“Aku tidak suka memberi dan diberi, aku ingin membangun hubungan yang baik dan utuh.”

Tsubaki mengatakan itu sambil melihat kuku jari tangannya.

Kemampuan akademik C dan C jelas merupakan kesalahan.

Hampir tidak ada yang superior atau inferior.

“Ada yang membuatku penasaran, bolehkah aku menanyakannya?”

“Tentu.”

“Persentase siswa berkemampuan akademik C adalah yang tertinggi. Kenapa kau tidak segera memutuskan pasangan?”

Jika dia melakukannya, dia tidak bisa mendapatkan nilai yang tinggi, tapi dia bisa menghindari hukuman.

Beberapa siswa tahun kedua juga akan senang berpasangan dengan Tsubaki. (Tl : Ya iyalah karena dia cantik, ops:v)

Ada kemungkinan situasi berubah di babak kedua, tapi dia masih tidak mau menerimanya.

“Itu…”

Utomiya akan mengatakan sesuatu.

Tsubaki melihatnya dan untuk pertama kalinya, dia menatap langsung wajahku.

“Maaf. Itu salahku, karena aku tidak mengatakan apa-apa.”

Dimulai dengan kata-kata itu, Utomiya menambahkannya.

“Awalnya, Tsubaki tidak berkonsultasi dengan siapapun mengenai pasangan. Kemarin, Tsubaki mulai khawatir dan bertanya kepadaku…”

Jadi karena itu, Utomiya mulai bertindak untuk mencari pasangan Tsubaki.

Kebanyakan siswa Kelas 1C telah memutuskan pasangan.

Waktu yang tersisa tinggal satu minggu lagi, wajar jika mereka bertindak dengan terburu-buru.

“Penalti 5% cukup berbahaya untuk Tsubaki.”

Itu sebabnya dia mendekatiku yang memiliki kemampuan akademik C.

Jika situasiku saat ini normal, aku akan menerimanya tanpa ragu sedikitpun.

Ada alasan kenapa aku tidak segera membuat keputusan. Karena situasi ini sangat mirip dengan pola yang kubayangkan ketika pertama kali mendengar peraturan dalam ujian khusus ini.

Aku adalah seorang siswa akademik C, *dan aku adalah siswa yang kemungkinan besar akan diundang banyak orang.*

(Tl : * Imo)

Dan sekarang, Tsubaki yang memiliki akademik C datang kepadaku meminta untuk berpasangan.

Ini pertama kalinya aku bertemu dengan Tsubaki dan Utomiya. Aku harus menyelidiki mereka berdua terlebih dahulu.

“Aku ingin bertanya kepadamu, kau bilang sedang mencari pasangan, kan? Berapa banyak orang yang kau temui sebelum aku?”

Aku akan membahas bagian itu terlebih dahulu, tapi jawaban yang tak terduga datang dari Utomiya.

“Maaf kalau aku menggunakan kalimat yang agak terdengar pengecut. Sebenarnya, Ayanokouji-senpai adalah orang yang pertama.”

Utomiya minta maaf seolah menolak pemikiran ini.

“Kalau Ayanokouji-senpai tidak mau bekerja sama, aku akan mencari yang lain.”

“Kebetulan aku adalah orang pertama yang kau ajak bicara.”

“Itu kebetulan, tapi ada pula alasan kenapa Ayanokouji-senpai yang pertama. Jika aku bertanya kepada Kelas 2A atau Kelas 2C, mereka mungkin akan meminta poin pribadi.”

Aku mengerti. Sekarang, siswa tahun kedua membayar siswa tahun pertama untuk bekerja sama.

Dalam situasi itu, tidak mengherankan jika siswa tahun kedua meminta poin pribadi untuk mau berpasangan dengan Tsubaki. Tapi sebenarnya Tsubaki tidak perlu berpasangan dengan siswa tahun kedua yang memiliki kemampuan akademik tinggi. Masih banyak siswa lainnya, kemungkinan besar dia bisa mendapatkan pasangan dengan mudah. Dia tidak perlu khawatir.

Secara objektif, tidak ada alasan bagiku untuk menolak kerja sama dengan Tsubaki.

Lagipula pilihan yang tersedia sudah terbatas.

“Aku memang belum berpasangan, tapi aku sudah menemukan siswa yang akan menjadi kandidat. Saat ini, kami sedang mendiskusikannya untuk melihat apakah kami benar-benar bisa bekerja sama.”

Setengah dari perkataanku itu adalah kebohongan, tapi tidak ada cara bagi mereka untuk mengkonfirmasinya.

Dan bila mundur dengan cepat disini, kemungkinan menjadi putih meningkat.

“Jadi begitu, ya… Aku mengerti.”

Utomiya melirik Tsubaki yang terlihat kesulitan.

“Yah, apa boleh buat. Kurasa lebih baik kita mencari yang lain.”

Ketika Tsubaki mengetahui bahwa aku memiliki calon pasangan, dia mencoba untuk menyerah.

“Untuk referensi… Dengan siapa kau akan berpasangan?”

Ketika dia sudah menyerah, Utomiya mengajukan pertanyaan itu.

“Aku tidak bisa mengatakannya. Tapi satu hal yang pasti, dia bukanlah siswa Kelas C tahun pertama.”

Dia mungkin mengerti kenapa aku tidak bisa menjelaskannya secara detail.

Karena ‘mereka’ sedang bersaing, aku tidak bisa sembarangan memberi informasi.

(Tl note : ' siswa tahun pertama dengan siswa tahun pertama lainnya, contohnya.. Kelas C dengan Kelas B)

“Ayo kita pergi, Utomiya. Tidak baik menghabiskan waktu Ayanokouji-senpai.”

“…Ya.”

Aku berterima kasih mereka telah mengajakku untuk bekerja sama, tapi aku tidak bisa membuat keputusan dengan cepat.

Data Tsubaki Sakurako terlalu sedikit.

“Setidaknya, terimalah kontakku ini.”

Utomiya memberiku selembar kertas yang berisi informasi kontaknya, aku yakin ini sudah disiapkan sebelumnya.

“Aku memang menolaknya, tapi mungkin aku berubah pikiran. Jika saat itu kau masih mau bernegosiasi denganku, aku akan menghubungimu.”

“Aku mengerti. Ayo kita pergi Tsubaki.”

Tsubaki meletakkan tangannya atas kata-kata Utomiya, lalu dia berdiri dari kursinya.

Kemudian, dia menundukkan kepalanya sedikit dan pergi dengan Utomiya. Sepertinya mereka akan mencari kandidat lain.

“Tsubaki Sakurako dan Utomiya Riku, aku akan mengingatnya.”

Aku melepaskan kesempatan untuk mengidentifikasi pasangan, tindakanku dimasa depan akan menjadi penting.

Aku tidak bisa tertawa jika aku menarik lotre dari para siswa baru.

***

Hari itu, dua gadis Kelas D tahun kedua berjalan berdampingan.

Aku Karuizawa Kei dan temanku Satou Maya. Sampai beberapa bulan yang lalu, kami sering bermain bersama. Tapi belakangan ini, kami jarang bertemu. Secara khusus, itu bukan karena kami memiliki masalah. Tapi entah kenapa, aku merasa bersalah dan sulit bagiku untuk mengatasinya.

“Maaf tiba-tiba memanggilmu, Karuizawa-san.”

“Tidak apa-apa. Aku juga ingin bertemu dengan Satou-san. Sudah lama kita tidak pergi bermain bersama.”

“Ya, itu benar. Saat pertama kali masuk sekolah, kita sering bermain bersama.”

Aku berjalan sedikit di depan, lalu aku memiringkan kepalaku dan melihat Satou-san yang berjalan dibelakangku.

“Jadi ada apa? Ini masih terlalu awal untuk pergi makan siang.”

Saat ini masih jam 11 siang.

Sebelumnya Satou-san menghubungiku dan mengajak jalan-jalan di Keyaki Mall.

Dan sekarang, ketika kami hampir tiba di pintu masuk Keyaki Mall, dia bergegas mendekatiku.

“Um..”

“Hm?”

“Eng… bagaimana kalau kita kesana?”

Satou-san tidak menunjuk ke arah Keyaki Mall, melainkan ke arah jalan yang menuju gedung sekolah.

“Sekolah? Apa ada sesuatu yang ingin kamu lakukan? Meskipun ini hari libur, kita tidak bisa masuk jika tidak memakai seragam, kan?”

“Tidak ada hubungannya dengan sekolah… Aku hanya ingin pergi ke tempat yang sepi.”

Aku mengerutkan dahiku, karena aku tidak mengerti apa yang ingin disampaikan oleh Satou-san.

Tidak, ada kemungkinan mengenai hal itu, aku merasa begitu.

Tapi aku mencoba untuk menghilangkannya dari pikiranku, aku akan menganggap itu mustahil.

“Ada apa, Satou-san? Apa kamu baik-baik saja?”

Aku terus berpura-pura tidak tahu apa-apa.

“Itu… Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

Meskipun aku merasakan firasat yang buruk, tidak ada pilihan selain mendengarkannya.

Aku menyetujuinya, lalu kami meninggalkan Keyaki Mall dan pergi menuju gedung sekolah.

Tempat ini tidak begitu populer, jadi tidak akan ada seseorang yang mendengarkan percakapan kami.

“Tidak perlu sungkan, katakan saja. Kita teman, kan?”

Kata-kataku terdengar tidak baik sama sekali. Itu adalah kata-kata yang buruk.

Aku sadar akan hal itu, tapi aku tidak bisa mengungkapkannya.

Aku Karuizawa Kei.. adalah pemimpin para gadis Kelas D tahun kedua.

Orang yang menghibur diri sendiri, tidak memikirkan perasaan orang lain, melainkan hanya memikirkan dirinya sendiri.

Satou-san juga memahami kepribadianku itu.

Jadi dia tidak akan tersinggung atau berkecil hati.

Jika tidak, hubungan kami selama ini akan hancur begitu saja.

Aku adalah Karuizawa Kei yang merasa bebas untuk memikirkannya, aku akan berkesimpulan dia tidak melihat apa-apa.

Aku pribadi berharap demikian.

Dengan begitu hubunganku dengan Satou-san tidak akan memburuk.

Tapi Satou-san tidak behenti.

“Karuizawa-san… Kenapa kamu putus dengan Hirata-kun?”

“Eh? Apa aku belum mengatakan alasannya?”

Meski secara tidak langsung, pembicaraan yang hampir mendekati tentang Kiyotaka ini membuat jantungku berdetak dengan kencang.

Meski begitu aku berhasil untuk tidak memperlihatkannya, mungkin berkat pengalamanku selama ini.

“Aku sudah mendengar alasannya, tapi aku merasa itu tidak benar.”

“Itu benar kok, atau jangan-jangan kamu mengincar Hirata-kun?”

Satou-san sudah tidak memandang Kiyotaka sebagai orang yang dicintai.

Aku mengatakan sesuatu seperti itu, tapi Satou-san tidak mendengarkannya. Sebaliknya, dia malah menggunakan kata-kata itu untuk menyerangku.

“Bukankah Karuizawa-san putus dengan Hirata-kun karena memiliki tujuan lain?”

Ah! Satou-san sudah menyadarinya. Fakta bahwa aku menyukai Kiyotaka dan hubungan kami telah berkembang…

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan.”

Sejauh ini, aku sudah dipaksa untuk bersikap seperti biasa.

Aku tahu cepat atau lambat hubunganku dengan Kiyotaka akan terungkap, tapi meski begitu aku memilih untuk menyembunyikannya, tidak ada pilihan selain melarikan diri.

Tidak peduli apapun kata yang keluar, aku siap untuk mengatasinya.

Tidak, aku sudah bertekad.

“Karuizawa-san… Apa kamu berpacaran dengan Ayanokouji-kun…?”

“Eh?”

Itu adalah serangan mendadak yang tepat sasaran, aku sedikit terlambat meresponnya.

Terlambat merespon perkataan Satou-san akan berakibat fatal, tapi jika itu orang lain, aku tidak akan begitu peduli.

Dia dapat melihat pemikiranku sesuai yang kuduga.

Apa kamu menyukainya? Jika dia mengatakan itu, aku masih bisa menahannya.

Tapi kata-kata Satou-san selanjutnya bukanlah itu.

“…Sudah kuduga!”

“Eh? Tunggu, kenapa kamu berpikir begitu?”

Tentu saja aku menyangkalnya, terlepas dia serius atau tidak.

Aku tidak bisa mengakuinya saat ini.

“Kenapa aku dan dia…”

Kata-kata penolakanku terhenti karena melihat tatapan mata Satou-san.

Matanya terlihat marah tapi juga terlihat hampir menangis.

Tentu saja alasannya karena Satou-san mempercayaiku, dia bahkan berkonsultasi kepadaku tentang cintanya terhadap Kiyotaka.

Dan juga, aku membantunya dengan menyembunyikan fakta bahwa aku menyukai Kiyotaka. Setelah itu, aku berpacaran dengan Kiyotaka. Jika aku berada diposisi Satou-san, aku mungkin akan menampar pipinya.

Bahkan jika aku menyangkalnya lagi, aku tidak akan bisa meyakinkan Satou-san.

“Apa kamu mengincarnya sejak aku pergi kencan dengan Ayanokouji-kun? Apa kamu menyukainya sejak saat itu?”

“Tu-tunggu sebentar, aku…”

Aku tidak punya pilihan selain menerima kata-kata Satou-san.

“Aku… Aku mengatakan hal yang sama kepada Matsushita. Karuizawa-san putus dengan Hirata-kun karena menyukai Ayanokouji-kun. Tapi asalkan kamu tahu, aku tidak serius saat mengatakan itu! Karena aku mempercayaimu…”

Aku sudah dengar kalau Matsushita-san mencurigai hubunganku dengan Kiyotaka.

Ini adalah situasi yang tidak bisa kuhindari lagi.

“Tolong katakan yang sejujurnya. Kalau tidak, aku… aku tidak akan menganggap Karuizawa-san sebagai temanku lagi.”

Satou-san meminta konfirmasi dengan bersungguh-sungguh.

Bahkan sampai akhir, dia tetap mencoba untuk menjadi temanku.

“Itu…”

Aku tidak bisa lagi mengkhianati keseriusan yang terpancar dari mata Satou-san.

Apa yang harus kukatakan?

Tidak, aku tidak perlu menyembunyikannya lagi.

Setidaknya yang bisa kulakukan saat ini adalah meminta maaf pada Satou-san.

“Um… Seperti yang Satou-san katakan. Aku… Aku berpacaran dengan Kiyotaka.”

“Barusan kamu memanggilnya apa? Kiyotaka?”

Satou-san bereaksi dengan kuat mendengar perkataanku.

Meskipun aku sudah mengetahui bahwa Satou-san menyukai Kiyotaka, aku masih saja mengejar Kiyotaka.

Saat ini aku benar-benar ingin melarikan diri, tapi aku tidak bisa lepas dari tatapannya yang dingin.

“Aku mulai berpacaran dengannya ketika liburan musim dingin.”

“Yang ingin kudengar adalah saat kamu mulai menyukainya.”

“…Aku tidak begitu tahu. Tapi yang jelas, semenjak Satou-san membicarakan Kiyotaka, aku mulai memandangnya sebagai lawan jenis.”

“Jadi begitu…”

Aku yakin dia tidak puas dengan jawabanku.

“Apa kamu marah?”

Sebelumnya Satou-san menatap langsung wajahku, tapi sekarang aku tidak bisa melihat matanya.

“Aku merasa kesal. Kamu memperpendek jarak dengan Ayanokouji-kun dibelakangku, meski kamu sudah mengetahui bagaimana perasaanku padanya”

Tidak ada yang salah akan hal itu.

“Tapi, aku sudah ditolak oleh Ayanokouji-kun… Aku tidak berhak untuk marah. Hanya saja…”

Angin musim semi berhembus dengan ringan dihadapanku.

Setelah suara angin itu berhenti, aku baru sadar bahwa Satou-san telah menampar pipi kiriku.

“Kamu tidak masalah dengan ini kan, Karuizawa-san…?”

Sedikit tidak terduga Satou-san akan menamparku.

“Apa kamu mau melakukannya satu kali lagi?”

Sekarang aku menawarkan pipi kananku.

Meski begitu, rasa sakit yang diderita Satou-san jauh lebih besar dari yang kurasakan.

“Tidak, itu… Aku tidak berani untuk melakukannya lagi… Malahan, aku minta maaf karena sudah menamparmu.”

“Jangan pedulikan itu. Akulah yang seharusnya minta maaf, karena pada akhirnya aku menyukai… orang yang sama.”

“Apa boleh buat. Lagipula Ayanokouji-kun sangat keren, lebih keren dari Hirata-kun.”

Aku secara reflek memeluk Satou-san dengan kedua tanganku.

“Eh? Ada apa, Karuizawa-san!?”

“…Aku benar-benar minta maaf!”

“Tidak apa-apa.”

Aku tidak bisa lagi menahan perasaanku ini yang terasa sangat menyesal sekaligus bahagia.

Sulit untuk mencintai orang yang sama. Tapi itu berarti dia juga tahu pesona dari pasanganmu.

Aku tidak merasa menang atau kalah.

Aku yakin akan semakin banyak orang yang memperhatikan daya tarik Kiyotaka.

Jika aku merasa puas dengan posisiku sekarang, aku yakin akan melewatkannya.

Mungkin saja saingan itu adalah Satou-san.

“Mau pergi minum teh?”

Satou-san mengangguk setuju dan memaafkan diriku yang egois ini.

~Chapter 5 End~