EP12 - Siapa yang Lebih Hebat dalam Ilusi? (3)
“Menarik juga, ucapanmu itu.”
Setelah beberapa saat mengobrol, Kaizer tersenyum penuh makna.
Setelah itu, ia mengajukan beberapa pertanyaan: Seberapa besar skalanya? Siapa yang menjadi inisiator? Apakah mungkin menjalin hubungan jangka panjang? Jika iya, mungkinkah bertemu dengan pemimpinnya?
“Di antara kami tidak ada satu orang pun yang memimpin kelompok secara khusus.”
“Begitukah.”
Sambil menyadari kebohongan itu, tatapan Kaizer makin lama makin membeku.
‘Belasan pembunuh. Satu pembunuh tingkat tertinggi. Ditambah [jebakan], [bom], dan bahkan [kutukan besar]….'
Para penyusup ternyata jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Dan persiapan pembunuhan terhadap Dante juga jauh lebih kejam dari yang diduga.
Beberapa hari lalu, Kaizer langsung sadar bahwa isi [Harian Pembunuh] adalah karangan khas wartawan, namun begitu ia membayangkan Dante kehilangan sebagian kemampuan berbicaranya—perasaannya langsung jatuh ke dasar. Mungkin karena itu.
Kaizer jadi ingin membunuh si pria bertopeng di hadapannya.
Dari sudut pandangnya, walau pembunuhan itu mungkin tak sampai menyentuh Dante, tapi bisa memengaruhi orang-orang di sekitarnya.
Kalau membayangkan salah satu dari para siswa di Akademi Naga Tidur sampai terluka—bukankah darah akan mendidih?
“E—ehm, apakah kami mengucapkan sesuatu yang tidak pantas…?”
Dalam atmosfer yang mencekam, pria bertopeng bertanya dengan nada gugup.
Kaizer pun tersenyum berbahaya seperti biasanya.
“……Tidak. Kalian sudah memberikan tawaran yang menarik. Maka kami pun akan menyiapkan jawaban yang sepadan.”
Kaizer meredam amarahnya.
Bagaimanapun, jika bisa memutus semuanya di tahap dirinya, tidak akan jadi masalah.
Bukankah tinggal mengutus Elise untuk membunuh mereka semua?
…Begitulah yang ia pikirkan saat kembali ke Akademi Naga Tidur.
“Nggak mau."
Tiba-tiba Elise menolak melakukan pembunuhan.
“…Boleh tahu alasannya?”
“Katanya ini permainan yang seru, kenapa harus dibunuh?”
“…Padahal kamu akan gagal, lho.”
“Umm. Ya jelas gagal sih? Tapi seru, kan?”
“…Aku rasa… itu bukan permainan yang menyenangkan.”
“Uuh? Enggak, kok.”
Lalu Elise merapatkan kedua tangan di dadanya.
“Bayangin aja udah bikin deg-degan, tau.”
Elise yang berdebar-debar karena permainan seru yang sudah lama ia rindukan.
“……Begitu, ya.”
Kaizer kehabisan kata karena rasa campur aduk di dadanya.
Tentu saja! Meski Elise sekarang sudah cukup akrab dengan Profesor Dante, dia tetap seorang gila yang menganggap pembunuhan sebagai permainan.
‘Aaaah—'
Dengan begitu, citra batin Kaizer pun runtuh.
'…Sial banget…!!'
Si bajingan “dalang hitam” yang tidak berguna! Bukankah itu definisi dirinya?
Kalau Elise tidak mau bergerak sesuai keinginannya, maka Kaizer tak punya daya untuk melakukan apa pun…!
Membunuh?
Omong kosong!
Apalagi membunuh, mengayunkan pedang saja belum pernah, menyelinap pun tidak bisa! Bahkan untuk lari pun tidak mampu—lalu apa yang bisa ia lakukan dengan tubuh semacam ini…!!
‘Kuaaaagh!'
Ia kembali sadar—di sela-sela waktu—bahwa dirinya tidak lebih dari seekor tikus… tidak, bahkan lebih hina dari serangga… lebih kecil dari tungau, amuba, debu! Hanya setara atom! Kesadaran itu membuat tubuhnya menggigil karena rasa tak berdaya yang begitu menyesakkan.
Apa harus membiarkan makhluk luar yang menyebalkan itu menyerang Profesor Dante begitu saja…!?
‘Tidakkk!! Aku pasti akan melindungi Profesor Dante…!!'
Ia mencoba membujuk Elise dengan berbagai cara, tapi gagal. Akhirnya ia hanya memutuskan untuk membatalkan rencana itu.
“Kalau begitu, tawaran ini kami anggap batal.”
“Kenapa?”
“Tak bisa dihindari. Tawaran ini cukup merugikan bagi operasi pembunuhan terhadap sang kaisar.”
“Yakin? Padahal seru, lho.”
“Aku akan siapkan yang lebih seru dari itu. Jadi hari ini ikut saja denganku.”
“Uuh….”
Setelah mengurung Elise yang tampak kecewa di kamarnya, Kaizer pun mengunci pintu—juga di dalam hatinya.
Dan begitulah.
Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah… ini saja…!
‘Haaah… Kenapa aku sebegitu tidak bergunanya….'
Tepat saat keputusasaan meledak seperti bom di dalam dadanya—pertolongan datang dari arah tak terduga.
Gray Habanero.
“Hoi. Kaizer.”
Gray yang duduk di kusen jendela memanggilnya.
“Ada apa?”
“Kau, di antara kita, punya mata paling tajam, kan?”
“…….”
Padahal itu sama sekali tidak benar. Tapi semua orang salah paham begitu.
“…Benar.”
“Tuh, kan? Meski kamu pincang dan lebih lemah dariku, matamu paling awas. Dan instingmu paling bagus juga, iya kan? Makanya kita semua selalu ngikutin keputusanmu?”
“…Aku hanya berusaha tak mengkhianati kepercayaan kalian padaku.”
“Yaa~ gitu deh. Yuk, ngobrol sebentar~?”
Kaizer pun ditarik-tarik pincang oleh Gray hingga duduk di sofa ruang tamu.
Setelah duduk, dia bertanya.
“Aku dan Profesor Dante─”
Dengan ekspresi yang sangat, sangat serius.
“……Siapa yang lebih jago [ilusi]?”
Apa-apaan ini tiba-tiba?
Kaizer menyipitkan mata.
Akhir-akhir ini Gray memang agak aneh.
Orang yang biasanya selalu ceria kini terus-menerus tampak serius.
Gray memang rumit, tapi…
Kalau dijelaskan secara sederhana, dia adalah orang yang hidup dalam kebanggaan dan superioritas bahwa dirinya unggul dalam [ilusi].
Kalau orang seperti itu sampai menyebut-nyebut Dante…
‘Rasa inferioritas, ya.'
Inferioritas terhadap profesor, bukan sesama siswa?
Yah, wajar sih. Banyak profesor pun levelnya masih di bawah Gray.
Jadi ini murni rasa kalah sebagai manusia. Juga rasa kalah sebagai [pembunuh ilusi].
‘Ah!'
Petir melintas dalam pikiran Kaizer.
Kepingan-kepingan yang tak berhubungan terasa seperti mulai menyatu!
‘Kalau dimanfaatkan dengan baik ini bisa jadi….'
Setelah menyusun beberapa ide, Kaizer menjawab:
“Profesor Dante.”
Gray langsung mengernyit.
“……Serius? Lebih jago dari aku?”
“Ya.”
“Aduh, jawablah yang bener dikit. Mungkin emang aku kalah di beberapa aspek? Tapi coba pikirin tingkat [ilusi] secara menyeluruh, deh.”
“Profesor Dante.”
Gigi taring Gray mencuat.
“Aduh, jangan asal jawab gitu dong? Kamu kenapa sih hari ini? Biasanya kamu selalu bela aku secara objektif, kan?”
“…….”
“Kaizer. Ini kesempatan terakhir kamu jawab. Lebih hati-hati, ya. Lihat secara keseluruhan. Jadi siapa yang lebih jago dalam [ilusi]? Aku, Gray? ……Hah?”
Tangannya membuat bentuk kelopak bunga di bawah dagu.
“Profesor Dante.”
“YAAMPUN!!”
“…….”
Gray pun marah.
“Ngaco! Emangnya kamu tahu apa? Aku nggak bakal ngaku! Elise sih emang bego dari sananya, tapi kamu juga buta ya?”
Kaizer menanggapinya dengan penuh wibawa.
“…Meski kamu mendesak seperti ini, pendapatku takkan berubah. Karena aku punya alasannya.”
“Apa tuh, alasan bego kamu?”
“Harimau yang sudah mendekati ajal pasti lebih lemah dari tikus muda. Artinya, perbandingan keunggulan harus memperhitungkan waktu. Aku menerima laporan dari Elise soal [ilusi] yang Profesor Dante pakai untuk menghadapi penyusup kemarin. Dan aku paham betul. Beliau memalsukan satu ruang besar dalam skala yang luar biasa. Nah, kamu bisa begitu?”
“Aku juga bisa, tahu?! Aku sampai masuk ke kelasnya buat lihat langsung. Emang sih dia jago, rapi dan detail juga aku akui. Tapi aku juga bisa kayak gitu!”
“Aku tidak bicara soal itu. Seorang pembunuh harus membuktikan dirinya lewat pembunuhan. Tapi akhir-akhir ini, kamu belum menunjukkan apa-apa, kan?”
“Ya ampun, ini orang….”
Gray mengerutkan alis.
“Jadi aku harus gimana? Bunuh siapa? Ngebunuh Profesor Dante pakai duel ilusi? Terus kamu bakal ngaku aku lebih jago?”
Sudah. Hampir semuanya berhasil!
“……Ada lawan yang sangat kuat. Mau coba hadapi mereka?”
* * *
Malam pun tiba. Pria bertopeng melepaskan topengnya.
Ternyata dia bukanlah ras iblis. Ia adalah kaki tangan para iblis, seorang manusia. Seorang staf pengajar di Hiaka.
Manusia yang melayani ras iblis sebagai ‘tuan’ ada di mana-mana. Mereka adalah orang-orang yang, di titik terendah hidupnya, menerima tawaran manis dari ras iblis, lalu menemukan jalan hidup baru. Dia pun seperti itu.
“Haha….”
Staf pengajar itu kini sedang merasakan sensasi yang menggairahkan. Karena ia baru saja menyelesaikan transaksi yang begitu besar hingga sulit dipercaya.
“Aku berhasil melakukan kesepakatan dengan Akademi Naga Tidur…. Dengan Akademi Naga Tidur angkatan tahun 501, yang katanya paling hebat sepanjang sejarah Kekaisaran….”
Semua orang yang berhubungan dengan akademi—baik itu para profesor, siswa, maupun ‘Tuan’—mengakui bahwa Akademi Naga Tidur angkatan tahun pertama kali ini adalah kelompok siswa terbaik sepanjang sejarah. Itulah sebabnya dia sempat merasa tegang.
“……Anak-anak remeh itu, pada akhirnya hanya anak kecil belaka.”
Tapi setelah bertemu langsung, mereka terlalu mudah ditipu layaknya anak-anak. Bahkan dia belum sempat mengeluarkan uang yang sudah disiapkannya.
‘Cuma heboh di rumor doang. Baik Akademi Naga Tidur, maupun Profesor Dante.’
Setelah dilihat lebih dalam, tak ada yang istimewa.
Dengan ini, Profesor Dante akan terbunuh. Dan dari sana, Hiaka akan perlahan-lahan jatuh ke tangan sang ‘Tuan’. Sedangkan dirinya… akan mendapat kasih sayang istimewa……
Dengan membayangkan masa depan indah seperti itu, ia melangkahkan kaki menuju ‘Kawasan Tertutup’ di Zona 0.
“…Hm? Apa ini bau harum yang begitu menyenangkan.”
Tiba-tiba, aroma harum dan menyenangkan mulai tercium. Ia tidak tahu aroma apa itu sebenarnya, tapi entah itu bau arak yang sangat baik atau bau dupa yang memabukkan. Apa pun itu, hanya dengan menghirupnya saja sudah membuat orang merasa melayang.
Menghirupnya… terus menghirup… dan ingin terus menghirup……
“Waaah….”
Perasaannya perlahan tenang, dan langkahnya yang limbung mulai mengikuti sumber aroma itu.
Rasanya seolah di depan sana, ada surga yang terbuka khusus untuk dirinya.
Sambil terus berjalan seperti itu, dunia tiba-tiba mulai terlihat begitu indah.
Saat itu adalah malam gelap gulita. Cincin planet membentang secara horizontal di langit yang gelap. Namun entah mengapa, pemandangan itu tampak jauh lebih indah dari biasanya.
“Hmm…. Nikmat sekali….”
Saat itulah seekor kupu-kupu yang memancarkan cahaya berwarna-warni terbang berputar-putar di depan matanya, menuntunnya ke suatu arah.
“Mau ke mana kau?”
Kepakkan sayap yang lembut membuatnya naik turun pelan, seolah-olah menuntunnya dengan anggun.
“Ayo kita pergi bersama….”
Pria itu merasa seolah kembali menjadi dirinya saat masih kecil. Saat melihat anak-anak berlari ceria menuruni lereng di bawah sinar matahari hangat, ia pun merasa kakinya ikut ringan. Dalam keadaan melamun, ia berlari mengikuti kupu-kupu itu.
Dan di ujung langkahnya, terdapat sebuah kapel.
Di Kawasan Tertutup, terdapat kapel yang dulunya digunakan saat era pelatihan ‘Pembunuh Kudus’. Kini tempat itu terbengkalai, tetapi ‘Tuan’ menggunakan ruang bawah tanahnya sebagai tempat suci.
Tempat itu adalah rumah baginya.
- Kekeh.
- Hahaha.
Dari dalam terdengar tawa perempuan yang hangat, memabukkan, dan penuh kenikmatan.
Akhirnya… sang Tuan pasti telah menggelar pesta untuknya.
Braaak!
Begitu membuka pintu kapel, staf pengajar itu tersenyum lebar. Ia melihat rekan-rekannya tersenyum dari langit-langit yang tinggi, seolah-olah menyuruhnya ikut bergabung.
- Ayo, Nak. Masuklah ke sini.
Dan bersamaan dengan itu, sang ‘Tuan’ menurunkan tangan dan memberinya sebuah kalung. Kalung itu tak mungkin untuk tidak dikenakan.
Hari ini, akulah sang juara.
Ini semua berkat diriku.
- Terimalah.
Ya, Tuan.
Staf pengajar itu menerima kalungnya dan menggantungkannya di leher.
Dan tepat setelah itu—dunia runtuh.
─── .
Bagian dalam kapel dilalap api. Api membakar tirai yang penuh debu, dinding kayu, pilar-pilar, kursi-kursi, hingga seluruh lantai.
Namun hal yang paling mengejutkan justru ada di langit-langit. Enam orang tergantung di udara. Leher mereka terikat oleh benang tipis.
“Ugh…. Kek….”
“Urgh……”
Tampak seperti hukuman gantung. Begitu menyadari identitas para korban, staf pengajar itu jatuh terduduk karena syok. Mereka adalah para pembunuh bayaran tingkat [Platinum] yang sudah dipersiapkannya.
Tubuh-tubuh itu terombang-ambing seperti bandul karena arus udara panas. Mereka belum mati sepenuhnya, masih berusaha menendang-nendang sambil menderita.
“…….”
Dalam kepulan asap gelap, tubuh sang ‘Tuan’ terlihat.
Tubuh bersayap hitam, tercabik dan hancur. Itu tergeletak di tengah kapel.
Sebuah pemandangan yang begitu nyata tapi terasa tidak nyata. Otak staf pengajar itu menjadi sepenuhnya kosong.
Kupu-kupu itu? Cahaya yang indah itu? Rekan-rekan yang melayang di langit? Para wanita itu? Ke mana semuanya…? Dalam kesadaran dan indra yang sepenuhnya dirusak,
Seorang gadis yang duduk di kursi pemimpin kapel bertanya,
“Bagaimana?”
Barulah staf pengajar itu melihat gadis itu. Wajah yang begitu dikenalnya.
Gadis siswa berambut abu-abu.
Grey Habanero.
Siswa dari Akademi Naga Tidur. Yang berarti……. “Kuh!” Belum sempat ia berkata apa-apa, kakinya terangkat ke udara. Lantai menjauh, dan napasnya langsung tercekat.
Benang yang ia kira kalung, yang ia terima dan gantungkan sendiri, ternyata menjerat lehernya dan mengangkatnya ke udara.
“Guhk…. Urghk….”
Darah tidak mengalir ke otak. Sementara ia mencoba mencakar lehernya dengan kuku agar bisa menarik benang itu, dunia perlahan menjadi hitam dan matanya terbalik.
Saat itulah Grey kembali bertanya,
“Sekarang kau paham? Kaiser?”
Dari balik pintu, seorang siswa masuk sambil tertatih dengan tongkat. Ia lalu menatap tubuh-tubuh tak bernyawa dengan ekspresi datar.
Kaiser merasakan kepuasan yang mengalir dalam hatinya. Perasaan bahwa sekali lagi, ia telah bertindak sesuai dengan kehendak Profesor Dante.
Selain itu…
Makhluk mengerikan yang tergeletak di lantai itu.
Makhluk itu adalah ‘monster luar’ yang menyamar sebagai manusia. Sangat kejam. Sangat asing. Dan yang terpenting, ia telah memastikan bahwa makhluk ini merupakan ancaman nyata bagi semua pembunuh bayaran, baik dari Jalur Hitam maupun Jalur Putih.
“Kami akan pergi duluan.”
“Aneh banget tuh makhluk.”
Dua siswa laki-laki yang ada di sudut ruangan pun berbalik arah. Mereka adalah Kendrick dan Balmung, yang kebetulan datang untuk membantu.
Grey memanggil mereka karena merasa ia mungkin kewalahan, dan mereka pun menjawab panggilannya.
Kalau ketiganya tidak bekerja sama, mungkin salah satu dari mereka sudah tewas. Sebegitu kuatnya makhluk itu.
‘……Jadi, makhluk itu sebenarnya apa?’
Ia pun tidak tahu. Apakah musuh yang dihadapi Profesor juga sesuatu yang tak menyerupai manusia seperti itu?
“Kaaaiseeer~.”
“…….”
“Kenapa diam saja? Jawab dong.”
Kaiser menoleh ke arah Grey. Semua yang dilihat staf pengajar tadi, ternyata hanyalah [Ilusi]. Grey telah menciptakan kekacauan itu untuk dengan mudah membunuh para pembunuh dan penyusup.
Dengan kata lain, dia pantas mengajukan pertanyaan ini:
“Siapa yang lebih jago dalam [Ilusi]?”
Kaiser berpikir. Bagaimanapun, tujuan sudah tercapai. Sekarang waktunya menjawab. Namun sayangnya, jawaban jujur dari Kaiser akan mengecewakan harapan Grey.
Siapa yang lebih jago dalam [Ilusi]?
‘……Di mataku, tingkat Profesor Dante masih jauh lebih tinggi.’
Namun, Kaiser memilih untuk berpikir secara hati-hati.
Jika ia bilang Dante lebih jago, bukankah Grey akan sekali lagi mencoba membuktikan dirinya lebih unggul dan kembali mengincar Profesor Dante? Namun, serangan terhadap Profesor Dante… tidak boleh, tidak akan pernah boleh terjadi.
“Tak bisa kupungkiri, Grey.”
“Hmm?”
“[Ilusi] milikmu jauh melampaui Profesor Dante.”
Kaiser tidak ingin kehilangan rekan yang berharga.
“Melampaui…? Hmm, kan? Iya, kan…?”
Grey berpaling dengan gaya manja seolah tak senang, tapi—
Gigi taringnya hampir meledak karena menahan senyum.
“…Aku, sudah bilang begitu, ‘kan…?”
* * *
< Tingkat kemahiran 『Pemalsuan Dunia』: 89.00% (▲0.01%) >
Tingkat tinggi dalam [Ilusi] kini sudah hampir di depan mata. Level 9 [Ilusi], dengan kemahiran 89%…….
Mungkin dari sini ke depan, pertumbuhan akan sangat lambat. Karena ini adalah ambang batas menuju puncak.
Namun, jika aku mencapai kemahiran 90%, [Ilusi] milikku akan melesat satu tingkat besar. Dari berlari dengan dua kaki, menjadi terbang di udara—lompatan luar biasa.
Saat itulah, aku akan bisa memalsukan bukan hanya ruang, tapi juga hal-hal yang biasanya tak bisa disentuh.
Setidaknya dalam [Sistem Ilusi] dari 12 Sistem Kemampuan Super, aku akan berdiri setara dengan para tokoh terkuat dunia, bahkan melampaui Hiaka.
‘Tingkat baru yang melampaui bentuk, fenomena, dan ruang…. Bahkan aku tak sabar untuk melihat sejauh mana aku bisa melangkah.’
Waktu yang akan menjawabnya.
EP12
Siapa yang lebih jago dalam ilusi?
END